Â
Brother, nulis blog kok, pakai bahasa ilmiah, sih? Ya, nulis santai aja, bro! Karena pembaca lebih tertarik dengan artikel yang ngak terlalu formal dan terkesan kaku gaya bahasanya, bro!
Masukan dari salah satu penikmat aksara yang berada di seberang lautan. Jujur, saya merasa semacam disambar petir tadi pagi. Ya, tapi ada baik juga sih, karena penikmat yang menilai, bukan kita peracik, peramu aksara.
Apa yang kita ulik dengan takaran rasa, pikiran, belum tentu renyah dan nyaman dibaca oleh penikmat. Karena komentator, lebih lihai dan lincah daripada pemain bola di lapangan hijau. Tapi, coba aja, kita ganti posisi. Mereka penikmat menjadi pengulik, penata rias dalam setiap bingkai aksara, lalu kita sebagai komentator. Apakah mereka akan menerima masukan atau pun kritik dari kita?
Belum tentu kan? Ya, saya pun menikmati siklus perangsang adrenalin dalam koridor senyum dan tawa hari ini.
Kendati saya selalu terbuka dengan kritik dan saran, tapi entah angin apa yang merasuki hati saya hari ini. Hmmmm, main Tik-Tok ajalah, daripada mumet memikirkan hal yang menguras emosi.
Denting piano instrumen Timor menemani siklus perangsang (stimulus) keadaan disposisi batin saya. Kawan, ketika kau tak nyaman dengan keadaan apapun, bolehlah kau memberontak. Tapi, kamu memberontak dengan cara yang elegan, dong. Nah, cara elegan untuk meluapkan perasaan dongkol dalam diri bagi saya adalah melalui tulisan. Daripada, saya bertindak frontal, lalu berakhir pada penyesalan. Mendingan, saya mengulik dan menata rasa, pikiran dalam diksi-diksi keabadian.
Diksi-diksi keabadian yang tertata dalam tema, ide pokok menjadi pembunuh berdarah dingin. Napoleon Bonaparte mengatakan,"lebih baik ia takut pada seorang penyair, daripada puluhan ribu tentara bersenjata lengkap di medan perang."
Tentu ada  alasan dari pernyataan Bonaparte, apalagi ia adalah seorang pemimpin perang. Tapi, saya tidak mengulik semak-beluk dari pernyataan Napoleon Bonaparte. Karena saya sementara menata batin untuk mencari teknik menulis artikel yang tidak terkesan kaku bagi pembaca.
Kira-kira teknik menulis artikel yang nyaman bagi pembaca itu seperti apa, ya? Nah, teknik yang pertama adalah;
 Latihan Ekstra
Di sini saya bukan peracik artikel yang nyaman bagi pembaca, ya. Karena hampir semua karya saya terkesan kaku dan berat. Karena cara peracikan saya cenderung mengikuti gaya kepenulisan Filsafat, Sosial, Budaya (Humaniora) yang sudah ketinggalan zaman di mata penikmat.
Tapi, saya menyadari bahwa, untuk menjadi primadona bagi penikmat aksara, tak ada teknik atau cara lain, selain latihan ekstra. Latihan ekstra di sini adalah menulis lebih banyak daripada orang lain. Semakin banyak jam terbang, gaya kepenulisan kita akan ringan dan bersahabat dengan penikmat aksara.
Kita ikuti gaya latihan ekstra ala Cristiano Ronaldo selama di lapangan hijau. Ia meluangkan waktu lebih banyak untuk latihan. Saat rekan-rekannya pada bersantai ria, ia tetap latihan. Dan, hasil latihan ekstra Cristiano Ronaldo sudah tak diragukan selama berada di lapangan hijau. Nah, serupa, seirama dengan kita dalam dunia kepenulisan.Â
Ikuti Kemauan Pembaca
Pembaca atau penikmat yang menilai karya kita. Apa yang kita tulis, belum tentu diterima oleh pembaca. Jadi, tak ada salah, kok, bila kita mengikuti kemauan dari pembaca. Seperti, menulis artikel tak perlu memakai bahasa yang baku. Pembaca akan senang, bila tulisan kita berangkat dari bahasa keseharian dalam percakapan. Karena kita ini menulis blog, bukan menulis artikel ilmiah. Tapi, ini tergantung kepada setiap penulis. Karena bagaimana pun, jawaban dari poin ini akan berujung pada,'hidup adalah pilihan."
So, terima kasih untuk kamu yang sudah membaca coretan rasa dan pikiran di artikel ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H