Penikmat, konsumen selalu tunduk pada pemilik modal. Senada penulis atau kontributor harus tunduk pada pengelola Media atau Platform Digital
Jika pemilik modal menginginkan A, ya, sebagai penikmat kita harus tunduk dan mengikuti prosedurnya. Senada, ketika kita bertamu di rumah orang, kita harus mengikuti aturan yang berlaku di dalam keluarga itu. Bukankah, begitu kawan?
Memang, kita selalu menginginkan sesuatu yang lebih, lebih dan lebih. Lalu, berakhir pada sakit hati. Alamak, kita sudah dikasih hati, malah kita mau minta jantung orang yang sudah menampung kita. Istilah kasar begitu kawan.
Pemilik media apapun pasti tunduk pada pemilik modal. Apalagi, kita sebagai kontributor di salah satu Platform atau media. Ya, suka-suka pemilik media atau konten lah! Kan, pemilik absolut ada pada tangan pengelola konten. So, nikmatilah nadi dari kemasan aksara selama kita berada di salah satu Media atau Platform Digital.
Hal ini tidak menampik, bahwasan saya sok suci, nyari perhatian ke salah satu pemilik Media atau Konten, demi mencari popularitas tertentu. Kawan, saya dan kamu memang  tak pernah puas dengan apa yang selalu tersaji di depan mata kita setiap hari. Tapi, daripada kita sakit hati, mendingan kita happy-happy, aja kan?
Kata orang bijak, menulis adalah sarana untuk berbagi kebaikan kepada sesama. Hmmm, ternyata tulisan kita masih dan selalu ada nada provokatif. Hehehe. Kawan, silakan berhenti membaca artikel ini, daripada kamu dongkol dengan saya! Saya pun tak nyaman, relasi yang sudah lama kita bangun, perlahan-lahan akan dikikis oleh perasaan sakit hati kamu, loh.Â
Amit-amit, deh, kamu membenci saya. Awas, tahan emosi, daripada gula darah makin meningkat! Kabuuuuuuuuur.
"Aku memberontak, karena Aku ada." (Filsuf Albert Camus).Â
Kira-kira untuk menggambarkan kondisi, disposisi batin kita saat ini, seperti ungkapan dari Filsuf Albert Camus di atas.Â
Ya, mau bagaimana lagi, kawan? Toh, apapun keputusan dari pemilik Media atau Konten, berangkat dari realita yang tersaji di lapangan.
 Atau bayangkan saja, kamu pulang dari tempat kerja, lalu hidangan yang disediakan oleh istri berupa tempe dan tahu, tapi kamu pengen makan daging, namun persediaan memang hanya itu saja. Ya, mau tak mau kamu harus menikmati sajian dari istri, dong. Jika kamu tak menginginkan perang dunia ketiga bersama istri. Untung-untung istri ngak meledakan sutel, piring, dan gelas di wajah kamu. Ambyaaar hidup kamu di rumah sakit. Tahan emosi dan tawa, lalu minum air, ya. Sambil berdoa, biar saya akhiri coretan aksara yang tak berfaedah ini.