Mohon tunggu...
Frederikus Suni
Frederikus Suni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Siber Asia

Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Siber Asia || Instagram: @suni_fredy || Youtube : Perspektif Tafenpah|| Jika berkenan, mampirlah di Portal saya Tafenpah.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Gangguan Pendengaran Ibu sebagai Kamus Kehidupanku

15 November 2020   20:50 Diperbarui: 16 November 2020   05:12 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Terima kasih ibuku. Hidupmu sangat menderita. Kamu menerima semua hinaan dengan sabar.

Ibuku mengalami gangguan pendengaran semenjak masih muda. Ibuku menjalani kehidupan hanya dengan satu warna. Padahal, pelangi itu kaya akan warna kehidupan. Setiap kali aku melihat hinaan dari tetangga, hatiku sesak ingin berontak. Karena aku tak mau mereka menghina ibuku. Ibuku tak memilih untuk hidup seperti itu. 

Setiap hari aku selalu bersama ibu. Raut wajahnya yang sudah mulai keriput, semakin kuat dan tabah dalam mengajarkanku akan nilai kejujuran dan ketulusan dalam hidup. Jauh di dalam lubuk hatinya, ibuku ingin hidup normal. Tapi, keadaan ekonomi keluarga tak cukup untuk mengeluarkan ibuku dari penjara hinaan tetangga.

Ibuku adalah sumber inspirasi. Durasi 40 tahun hidup dibawah bayangan hinaan tetangga, bahkan lebih sakitnya adalah hinaan dari pihak keluarga besarku. Sebagai anak sulung, aku ingin membantu ibuku, tapi kesempatan itu belum ada.

Setiap hari aku selalu mengamati gerak-gerik ibuku, dari senyumannya, ia begitu tersiksa. Namun, karena cinta dan kesabarannya, ia tak mau anak-anaknya terluka. Meskipun aku sangat terluka, bila setiap ada hinaan dari tetangga.

Pernah sekali aku mencoba untuk meringankan beban di mata dan pundak ibuku dengan teori amatiran yang aku dapatkan dari pengalaman. Tapi, ibuku selalu mengatakan," Nak hidupku sudah seperti ini. Jadi, kamu dan adik-adikmu jangan khawatir tentang keadaan ibu. Yang terpenting adalah kamu sebagai anak sulung mencintai adik-adikmu dengan totalitas."

Sabarnya ibu adalah derita bagi aku. Totalitas dalam mengajarkan aku adalah pintu menuju penghargaan akan arti kehidupan. Ibuku adalah tempat di mana aku belajar. Selain belajar, ibuku adalah model, sosok inspiratif dalam mencintai kehidupan dan keluarga.

Gangguan pendengaran tak menyulutkan semangatnya untuk menghargai keluarga, pasangan, anaknya hingga tetangga yang selalu menghinanya. Dari ibu, aku belajar arti kesabaran.

Setiap hari aku selalu mengukir semangat juang, sabar dan cinta dalam kamus kehidupanku. Kekayaan kamus kehidupanku, aku bagi kepada sahabat, kenalan, teman dan setiap orang. Terutama aku bagi kepada komunitas Kompasiana melalui tulisan sederhana ini.

Dari ibu, aku belajar kejujuran dan totalitas dalam menulis. Mengingat ibuku selalu menuliskan hal-hal kecil dengan jujur. Kejujuran dan totalitas adalah pintu dan sayap bagiku untuk terbang setinggi bintang di langit.

Ibuku adalah perpustakaanku. Ilmu-ilmu praktis tentang hidup aku dapatkan dari ibu. Pengalaman mencintai musuh adalah jembatan inspirasiku. Jangan mengira musuh itu selalu datang dari luar, tapi musuh yang sangat mematikan adalah berasal dari keluarga sendiri. Sebagaimana penderitaan ibuku dari hinaan keluarga dan tetangga terdekat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun