Kemiskinan adalah masalah universal. Setiap bangsa memiliki bentuk kemiskinannya. Ada yang miskin karena ketersediaan sumber daya alam kurang memadai, ada yang miskin karena keadaan sosial (Kepadatan penduduk), ada yang miskin perhatian, baik dari pemerintah setempat, provinsi hingga ibukota. Lalu, kaitan kemiskinan yang masih meraja lelah di tanah Timor adalah gengsi.
Miskin karena kurangnya ketersediaan sumber daya alam tak menjadi masalah bagi masyarakat Timor, asalkan masyarakatnya menghilangkan budaya gengsi yang sudah berakar kuat dalam setiap pribadi.Â
Memang harus diakui bahwasannya sumber kemiskinan dari masyarakat Timor, khususnya kampung penulis (Desa Haumeni) adalah minimnya sumber daya manusia. Ketersediaan sumber daya manusia yang berkompeten di segala bidang belum merata. Hal ini disebabkan karena gengsi.Â
Sumber gengsi dari masyarakat Haumeni adalah adanya tendensi untuk menekuni satu bidang. Contoh, keluarga A memiliki anak, lalu menyekolahkannya hingga Perguruan Tinggi. Jurusan bukan dipilih berdasarkan minat dan passion si anak, tapi ditentukan oleh orang tua.Â
Demikian, keluarga  B mengikuti pilihan jurusan si A. Hal ini menyebabkan persaingan tidak sehat. Akibatnya, setelah lulus kuliah, lapangan ketersediaan sudah semakin terbatas. Lalu, muncullah pengangguran.
Sejatinya, bila si anak kuliah berdasarkan minat dan passionnya, maka si anak memiliki potensi yang besar untuk menciptakan lapangan pekerjaan.
Oleh karena itu, penulis memiliki beberapa alternatif yang bisa dijadikan sebagai kompas, pedoman bagi setiap orang tua. Terutama yang berkaitan dengan pendidikan anak.
1. Melepaskan budaya patriarki
Budaya patriarki akan selalu ada sejauh adanya kehidupan. Bila budaya patriarki terhadap pilihan anak dihilangkan, maka akan terciptanya komunikasi yang sehat antara orang tua dan anak dalam mengembangkan potensi atau pun kuliah berdasarkan minatnya.
2. Mencari tahu minat dan passion si anak sebelum menyekolahkannya di Perguruan Tinggi
Minat dan passion dari anak akan memudahkan si anak dalam mengembangkan pola pikirnya secara rasional dan logis dalam melihat setiap peluang di abad 21. Asalkan orang tua melepaskan superego dan budaya patriarki.