Hidup hanya sebatas numpang makan, minum, bermain, menonton, bekerja, tertawa, menderita dll. Bila hidup hanya sementara, jejak apa yang anda tinggalkan? Gagal adalah senjata menuju pintu kesuksesan. Memang tangga nada menuju pintu kesuksesan itu berliku, penuh tantangan. Yang terpenting bagi kita adalah daya juang, semangat, komitmen dan perbanyak aksi daripada rencana.
Aksi, tindakan adalah pintu awal menuju tangga nada kehidupan. Banya orang pandai berencana, tapi mentok diaksi. Rencana sebagus apa pun tak akan terlaksana, bila anda tak bergerak.
Penulis kerap jatuh dan bangun dalam segala hal. Termasuk penulis meninggalkan bangku perkuliahan pada semester 4 di Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Widya Sasana Malang. Saat penulis memutuskan untuk berhenti kuliah, ribuan kecemasan, pesimis terpancar dari raut wajah teman-teman penulis.Â
Jujur, penulis merasa dilema saat itu. Karena budaya menghakimi, menstigma orang yang gagal  masih berakar kuat dalam budaya, pola pikir masyarak kita dari zaman lampau hingga sekarang (Past Tense - Present Tense).
Memang penulis akui bahwa, saat itu basik/kemampuan softskill dan hardskill penulis masih sangat minim untuk bersaing di dunia kerja. Rasa pesimis menghantui setiap detik, menit, sejam, sebulan bahkan setahun bagi penulis. Psikologis penulis down. Sementara di setiap perempatan, ada cibiran, hinaan kepada penulis.
Alhasil, penulis terus memperbanyak relasi, membaca buku, berdiskusi bersama siapa saja dalam mencari ilmu pengetahuan. Seiring berjalannya waktu, penulis merasa bahwa keputusan untuk meninggalkan bangku perkuliahan adalah pilihan tepat. Karena penulis banyak berkembang dari segi ilmu pengetahuan, karakter, pergaulan, pola pikir akan masa depan.
Setiap hari, penulis selalu menanamkan tiga hal yang menjadi motivasi, vitamin bagi penulis dalam mencari arti kesuksesan. Ke-3 hal itu antara lain:
1. Sugesti
2. Menerima diri apa adanya