Wartawan adalah orang yang bertugas untuk meliput berita, mewawancarai narasumber serta menuliskan berita untuk publik. Selain itu, wartawan dikenal sebagai 'Sang Negosiator Ulung.'Â
Dikatakan sebagai sang negosiator karena wartawan itu tahan banting. Tahan banting dalam mencari narasumber yang berbeda karakter dan latar belakang. Belum lagi jadwal wawancara terkadang tak sesuai ekspektasi. Maka wartawan selalu memiliki plan B, bila plan A tak sesuai rencana.
Meliput berita itu tak enak. Sebagian kaum awam memandang wartawan itu hebat dan luar biasa. Hebat bagi penikmat, derita bagi sutradara. Karena kondisi psikologis wartawan selalu berbenturan dengan etika jurnalis.Â
Bayangkan anda adalah seorang wartawan yang sedang meliput berita kematian, kebakaran, kecelakaan dan peristiwa alam lainnya. Di satu sisi anda ingin menyelamatkan si korban, sementara di sisi lain anda harus mematuhi etika jurnalis.Â
Kontradiksi pilihan ini memang berat. Karena peristiwa yang berkaitan dengan humanisme jauh lebih sulit daripada meliput berita seputar travelling, kuliner, gaya hidup dll.
Perjalanan seorang wartawan itu berliku. Senada Kompasianer yang menjadi Debutan, Junior, Taruna, Penjelajah, Fanatik, Senior dan Maestro.Â
Menjadi wartawan debutan itu kita menulis apa saja. Karena untuk mendapatkan kepercayaan menulis di salah satu topik/tema, misalnya Ekonomi, Politik dll, ada yang menunggu hingga 7 tahun.
7 tahun adalah waktu yang lama. Akan tetapi daya kritis dan kreativitas semakin terasah. 7 tahun telah melatih wartawan sebagai negosiator ulung dalam segala aspek kehidupan. Termasuk negosiator dengan pejabat, pebisnis, pemuka agama, pemain bola, selebritis dll.
Relevansi semangat wartawan bagi kita adalah memiliki semangat juang, komitmen, tahan banting untuk mencapai tujuan hidup kita. Selain dilatih untuk menjadi negosiator ulung dalam manajemen waktu dengan baik. Yang paling penting adalah menjaga etika kehidupan bersama.Â
Teruslah berkarya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa Kompasiana.Â