Mohon tunggu...
Frederikus Suni
Frederikus Suni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis || Pegiat Konten Lokal NTT || Blogger Tafenpah.com

Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Siber Asia || Instagram: @suni_fredy || Youtube : Tafenpah Group || Jika berkenan, mampirlah di blog saya Tafenpah.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kehancuran Pohon Keluarga Bangsaku

20 Oktober 2020   23:42 Diperbarui: 20 Oktober 2020   23:52 490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Demo dan narasi media yang memprovokasi seanter terdengar di setiap pelosok negeri Indonesia. Setiap orang termakan dengan narasi-narasi media 2020. Konspirasi narasi media dan segelintir orang telah menjauhkan manusia dari dirinya, sesamanya, lingkungannya dan alamnya.

Air mata rakyat kecil telah menyatu dengan kekhawatiran, kecemasan akan hari esok. Karena hari ini ada kisah/cerita tentang pengasingan manusia dari bumi Indonesia.

Rintik-rintik hujan bertautan erat dengan derasnya demostran yang membanjiri setiap sudut kota Metropolitan. Bumi Indonesia tak berdaya dengan narasi media 2020.

2020 adalah neraka bagi masyarakat Indonesia. Di mana masyarakat yang dulunya dikenal sebagai satu tanah air, satu bangsa dan satu bahasa yang termaktub dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, kini mulai terkikis dengan perebutan ego.

Pertarungan ego penguasa 2020 telah meresahkan rakyat kecil. Sebab perang wacana para publik figur/pemimpin semakin menghiasi jantung media-media ternama tanah air. Sementara, sisi kemanusiaan semakin tenggelam oleh derasnya ombak rekening.

Di setiap rekening ada konspirasi wacana. Tujuan dari konspirasi ini adalah setiap pemimpin ingin membuktikan eksistensinya sebagai manusia super dewa.

Artinya, kekuasaannya harus absolut. Kekuasaan absolut yang diperjuangkan oleh segelintir orang adalah kemunafikan hakiki. Munafik berarti hanya memanfaatkan keadaan bangsa yang sedang pincang dan lesu perekonomiannya.

Perekonomian bangsa yang sedang lesu dan terjebak di antara politik dan pandemik-19, memang selalu menjadi polemik yang tak pernah berkesudahan untuk ditelusuri dengan algoritma google.

Algoritma google selalu berubah setiap waktu, begitu pun politik itu tak mengenal siapa itu kawan atau lawan. Karena di dunia ini tak ada yang abadi. Segala sesuatu tak pasti.

Masalah perebutan kekuasaan yang sudah tercium di batang hidung semesta, seakan menyembulkan larva panas kebusukan yang terselubung dalam sistem demokrasi. Dikatakan busuk berarti sistem demokrasi hanya dipakai sebagai wadah untuk mengeruk kekayaan bangsa. Kekayaan bangsa dikeruk, layaknya eksploitasi sumber daya alam yang semakin keji dan kejam dalam bumi Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun