Mohon tunggu...
Frederikus Suni
Frederikus Suni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis || Pegiat Konten Lokal NTT || Blogger Tafenpah.com

Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Siber Asia || Instagram: @suni_fredy || Youtube : Tafenpah Group || Jika berkenan, mampirlah di blog saya Tafenpah.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jangan Urus Birahiku

20 Oktober 2020   06:44 Diperbarui: 20 Oktober 2020   06:52 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perempuan adalah korban pelecehan di media sosial. Kehadiran media sosial membawa pecahan partikel kecemburuan antarmanusia. Laki-laki selalu kepoin/pengen tahu apa yang tersembunyi di dalam setiap pakaian seksi perempuan. Laki-laki menjelma sebagai polisi jalanan yang selalu ada di setiap perempatan jalan.

Jangan urus birahiku menggema di setiap industri perempuan. Dikatakan industri karena bisa menghasilkan sesuatu yang menjadi kompas untuk bertahan hidup di tengah cibiran mulut lelaki. Tendensi kecemburuan sosial ini berangkat dari absennya pikiran lelaki untuk berkarya. 

Ada dua jenis karakter laki-laki. Yang pertama adalah laki-laki yang menghargai perempuan. Yang kedua adalah laki-laki yang hanya memanfaatkan perempuan. Nah, laki-laki yang kedua ini memiliki pengalaman traumatik terhadap perempuan.

Pengalaman traumatik bisa disebabkan oleh perceraian dan perselingkuhan. Karena kisah perceraian dan perselingkuhan itu universal. Universal berarti hampir setiap orang mengalami masalah tersebut. Kisah perceraian dan perselingkuhan sama/senada dengan timbunan harta kekayaan di setiap perempatan jalan. Di mana lelaki setelah mendapatkan kepuasan seksual atau istilah kasarnya adalah memperkosa kekayaan di setiap sudut perempatan jalan untuk mengeruk kekayaan.

Jangan urus birahiku adalah problematika/masalah terbesar di bangsa Indonesia. Di mana pungutan liar menjamur di setiap perempatan jalan. Padahal, negara sudah memberikan segalanya untuk mereka. Jangan meneror rakyat kecil dengan pakaian resmi negara.  

Akhirnya, jadilah lelaki yang menghargai perempuan. Karena dari rahimnya, kita ada. Begitu pun dari rakyat kita ada. Tanpa rakyat negara tidak ada. Tanpa rakyat segala pungutan liar tak ada. Oleh karena itu, jangan kepoin masalah rumah tangga orang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun