Perempuan adalah korban pelecehan di media sosial. Kehadiran media sosial membawa pecahan partikel kecemburuan antarmanusia. Laki-laki selalu kepoin/pengen tahu apa yang tersembunyi di dalam setiap pakaian seksi perempuan. Laki-laki menjelma sebagai polisi jalanan yang selalu ada di setiap perempatan jalan.
Jangan urus birahiku menggema di setiap industri perempuan. Dikatakan industri karena bisa menghasilkan sesuatu yang menjadi kompas untuk bertahan hidup di tengah cibiran mulut lelaki. Tendensi kecemburuan sosial ini berangkat dari absennya pikiran lelaki untuk berkarya.Â
Ada dua jenis karakter laki-laki. Yang pertama adalah laki-laki yang menghargai perempuan. Yang kedua adalah laki-laki yang hanya memanfaatkan perempuan. Nah, laki-laki yang kedua ini memiliki pengalaman traumatik terhadap perempuan.
Pengalaman traumatik bisa disebabkan oleh perceraian dan perselingkuhan. Karena kisah perceraian dan perselingkuhan itu universal. Universal berarti hampir setiap orang mengalami masalah tersebut. Kisah perceraian dan perselingkuhan sama/senada dengan timbunan harta kekayaan di setiap perempatan jalan. Di mana lelaki setelah mendapatkan kepuasan seksual atau istilah kasarnya adalah memperkosa kekayaan di setiap sudut perempatan jalan untuk mengeruk kekayaan.
Jangan urus birahiku adalah problematika/masalah terbesar di bangsa Indonesia. Di mana pungutan liar menjamur di setiap perempatan jalan. Padahal, negara sudah memberikan segalanya untuk mereka. Jangan meneror rakyat kecil dengan pakaian resmi negara. Â
Akhirnya, jadilah lelaki yang menghargai perempuan. Karena dari rahimnya, kita ada. Begitu pun dari rakyat kita ada. Tanpa rakyat negara tidak ada. Tanpa rakyat segala pungutan liar tak ada. Oleh karena itu, jangan kepoin masalah rumah tangga orang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H