Rembulan menggantung indah di angkasa, saya mengamati fenomelogis demokrasi Indonesia itu sangat seksi. Saya menenggelamkan diri ke dalam ribuan jargon demokrasi politik yang hanya sebatas 'sarana propaganda'. Layaknya propaganda psikologis iklan dalam keseharian manusia.
Demokrasi itu seksi menjelang Pilgub dan Pilpres. Ribuan sarana propaganda menghujani psikologis rakyat. Rakyat menikmati sarana propaganda dari demokrasi.
Apa itu demokrasi? Demokrasi bagi saya adalah cara mengelolah diri, keluarga lalu lingkungan di mana saya berada. Bagaimana saya berdemokrasi, bila diri saya, keluarga dan lingkungan sangat berantakan.
Beberapa hari yang lalu, saya mengikuti beberapa artikel yang mengagungkan beberapa kandidat yang memiliki potensi menjadi bakal calon pemimpin bangsa Indonesia 2024. Sekadar saya mengamati psikologi propaganda dibalik wacana demikian.
Lalu saya menemukan benang merahnya. Di mana saya menemukan adanya kejanggalan yang terselubung dan masih ditahan oleh semesta.
Semesta kembali menertawakan saya yang sedang menikmati panggung propaganda ruang publik. Jacgues Ellul adalah seorang filsuf, sosiolog sekaligus teolog mengatakan,"informasi adalah sarana propaganda." Saya menyakini pandangan dari filsuf besar ini. Karena kondisi demokrasi Indonesia sedang berkutat pada ego setiap pribadi.
Ego membawa superego dalam membuka keperawanan demokrasi setiap orang. Masalah sekarang bukan tentang siapa yang paling benar di mata publik. Namun yang paling esensial adalah memperbaiki kamar orang lain yang sudah diobrak-abrik dengan segala wacana.
Hidup hanyalah sebatas laboratorium eksperimen. Eksperimen melalui sarana propaganda yang sangat seksi di mata publik dewasa ini. Karena setiap orang memiliki kebebasan dalam bereksperimen. Namun kebebasan eksperimen yang menghargai pribadi ke-akuan yang ada di dalam diri sesamaku. Karena kemanusiaan itu jauh lebih penting dari demokrasi.
Manusia tanpa demokrasi juga akan tetap ada dan jauh lebih menghargai daripada adanya demokrasi. Sebab demokrasi saat ini hanya berkutat pada penguasaan dan pencitraan kemanusiaan. Seolah-olah demokrasi adalah tameng kekuasaan absolut semesta.