Kalau saya membaca atau mendengar tokoh-tokoh di Indonesia mengadakan konser amal untuk bencana dan lain-lain, saya masih sering teringat suatu kejadian yang saat pernah ada seorang seniman Indonesia yang melakukan konser bersama seniman musik manca negara. Pada suatu sesi konser tersebut digalang dana untuk disumbangkan ke daerah di Indonesia yang tertimpa bencana. Setelah beberapa tokoh di Indonesia yang dimintai sumbangan diumumkan berapa jumlah besarannya, tibalah saatnya sang seniman terkena giliran.
Sang seniman kemudian mengumumkan untuk melelang microphone (mic) yang dimilikinya untuk dijual kepada harga tertinggi. Diikuti dengan antusiasme penonton untuk menawar harga mic tersebut. Setelah melewati beberapa penawaran yang semakin tinggi, akhirnya microphone kesayangannya (menurut dia sih), terjual dengan harga belasan juta rupiah. Kemudian diumumkan oleh pembawa acaranya, bahwa hasil penjualan tersebut diserahkan kepada panitia menjadi sumbangan dari sang seniman. Acara berakhir dengan happy ending, dimana sang penawar mendapatkan microphone dari seniman terkenal dan sang seniman tercatat sebagai penyumbang dengan nilai sumbangan cukup besar. Semua puas.
Mulanya saya tidak merasa aneh dengan kejadian tersebut. Tetapi, entah karena pikiran saya saat itu sedang korslet atau apa, saya mulai merasakan ada yang salah dengan kejadian tersebut. Karena pikiran itu semakin menyebabkan berbagai teori konspirasi yang ada dalam kepala saya akibat banyak membaca kompasiana (wuiiiih...hihihi..). Saya mencoba untuk merangkai kejadian itu sebagaimana mestinya. Begini..:
1. Konser tersebut memang diadakan sekaligus untuk amal, maka semua orang tentunya sudah mengetahuinya termasuk sang penonton yang membeli microphone.
2. Semua orang yang melakukan transaksi amal, termasuk membeli barang yang dilelang untuk amal, tentunya berniat untuk beramal juga. Oleh karena itu sang pembeli microphone tentu saja berniat beramal juga dengan membeli microphone tersebut (Bahkan penonton yang tidak menyumbang sudah beramal juga karena membeli tiket konser amal).
3. Â Saya belum pernah mendengar ada mic dari toko yang dijual dengan harga juta'an. Maka saya berasumsi bahwa harga mic sang seniman paling banter 1 juta'an (emang ada ya... harga maksimal lah...). Artinya Mic sang seniman mungkin tidak memiliki harga yang layak saat dijual dengan harga sebesar itu ( belasan juta).
Setelah hal-hal ini saya rangkai dan diutak-atik lagi dengan cermat, saya menjadi agak heran, saya mencoba mengingat kembali apakah sang pembeli tercatat sebagai pemberi sumbangan. Istri saya juga tidak bisa mengingat hal yang saya tanyakan, saya jadi bertanya-tanya. Bagaimana itu bisa terjadi..????
Ada beberapa catatan yang kemudian saya rangkai untuk memperkuat teori konspirasi saya ini (wadaaawwww..) sbb:
1. Kalau Konser tersebut memang untuk amal. Maka sudah tentu semua yang bertransaksi pada sesi amal bertujuan untuk beramal.
2. Pada saat  Sang Pembeli mic tersebut melakukan penawaran dengan harga tertinggi, tentunya dia juga berasumsi untuk beramal dengan nilai tersebut.
3. Pada saat mic tersebut terjual dengan harga belasan juta, maka secara otomatis sang pembeli sudah beramal belasan  juta dipotong harga asli microphone-nya (asumsinya harga mic tidak lebih dari 1 juta).