"Di tanah kita agama dan tradisi saling memberi arti, membuka peluang untuk saling menghargai" -- Najwa Shihab
Tionghoa atau Han Zi merupakan sistem penulisan yang rumit yang diwariskan secara turun temurun sejak 1200-1050 tahun sebelum masehi. Setiap goresannya memiliki makna yang mendalam, menjelaskan ide dari suatu hal yang kemudian memiliki arti. Aksara yang penuh arti ini diteruskan dari generasi ke generasi layaknya sebuah tradisi.
Bermula dari gambar hingga sistem penulisan, aksaraSeperti bahasa pada umumnya, aksara Tionghoa terdapat kata-kata yang memiliki arti yang baik seperti keberuntungan, umur panjang, rezeki, dll. Aksara ini kemudian diteruskan ke anak cucu hingga zaman sekarang ini yang disebut sebagai aksara keberuntungan.
"Keberuntungan" Telah Tiba
Selain saat hari raya Imlek, aksara keberuntungan juga dipakai pada acara yang berbahagia seperti pernikahan. Pada pernikahan adat Tionghoa, seringkali ditemukan aksara x yang artinya 'sangat bahagia' yang merupakan gabungan dari 2 (dua) aksara x yang artinya 'sangat bahagia'. Aksara ini merupakan doa agar kedua mempelai memiliki kehidupan yang sangat bahagia bersama.
Bagi sebagian besar orang Tionghoa, keberadaan aksara keberuntungan dalam kehidupan sehari-hari sangatlah penting. Aksara keberuntungan dipercayai membawakan energi positif bagi kehidupan masyarakat Tionghoa. Oleh karena itu, sering pula masyarakat Tionghoa memasang kaligrafi aksara keberuntungan di dalam rumah mereka, agar memberikan energi positif di sekeliling rumah.
Namun, seiring perkembangan zaman, pemahaman sebagian masyarakat mengenai aksara keberuntungan semakin berkurang. Kesadaran akan adanya aksara keberuntungan memang masih ada, namun kebanyakan masyarakat tidak mengerti arti dibalik aksara tersebut. Sebagai contoh aksarax yang artinya 'sangat bahagia' diketahui oleh masyarakat luas hanya sebagai suatu simbol dalam pernikahan adat Tionghoa. Anggapan sebagian masyarakat terhadap aksara keberuntungan yang diteruskan oleh nenek moyang orang-orang Tionghoa, begitu pula benda-benda dan hal-hal yang dianggap simbol pembawa keberuntungan, seperti warna keberuntungan, binatang pembawa keberuntungan, dan lain-lain.
Berawal Dari Sejarah Gelap
Hal ini sebetulnya tidak lepas dari sejarah gelap negara kita, terutama pada tahun 1960an hingga 2000 (sekarang), yaitu pada masa pelarangan penggunaan aksara Tionghoa oleh pemerintah. Menurut sosiolog Universitas Indonesia, Mely G. Tan dalam Etnis Tionghoa di Indonesia, memungkinkan penghapusan kebudayaan etnis Tionghoa di Indonesia. Akibatnya pengetahuan masyarakat tentang aksara Tionghoa, termasuk aksara keberuntungan semakin berkurang.