Setiap tahun, tanggal 2 Mei diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Hardiknas mengingatkan kita akan pentingnya pendidikan sebagai fondasi pembangunan bangsa. Namun, di balik semangat perayaan tersebut, tidak dapat dipungkiri bahwa Indonesia masih dihadapkan dengan berbagai tantangan dalam dunia pendidikan, yang memerlukan perhatian mendalam dan tindakan nyata untuk mengatasinya. Dalam artikel ini, saya akan membahas 2 hal, yakni:
Komersialisasi Pendidikan
Komersialisasi pendidikan mengancam esensi pendidikan sebagai hak asasi manusia yang fundamental. Sudah menjadi suatu kesalahan fatal apabila pendidikan hanya menjadi suatu komoditas yang diperdagangkan.Â
Sebaliknya, kampus atau institusi pendidikan bukanlah tempat jual beli dan ladang bisnis. Hal ini menjadi permasalahan serius karena bertentangan dengan amanat konstitusi, seperti yang tercantum dalam Pasal 31 UUD 1945 yang menegaskan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Sebaliknya, saat ini pendidikan hanya menjadi tempat untuk berbisnis dan menguntungkan segelintir pihak.
Ganti Menteri Ganti Kurikulum.
Tantangan berikutnya adalah fenomena Ganti Menteri Ganti Kurikulum yang menjadi hambatan dalam sistem pendidikan di Indonesia. Perubahan kurikulum yang terjadi tidak hanya membingungkan siswa, tetapi juga mengganggu kontinuitas dan efektifitas pembelajaran.Â
Penerapan kurikulum yang baru tentunya membutuhkan waktu dan tenaga bagi siswa dan guru untuk dapat menyesuaikan diri terhadap sistem pembelajaran yang baru, sehingga pada akhirnya dapat mengganggu proses belajar mengajar secara keseluruhan.
Komersialisasi Pendidikan: Hambatan bagi Mahasiswa
Komersialisasi pendidikan telah mengubah paradigma pendidikan dari sebuah hak mendasar yang seharusnya didapatkan oleh seluruh masyarakat menjadi komoditas yang diperjualbelikan. Mirisnya, fenomena ini terjadi di tingkat Perguruan Tinggi Negeri (PTN), yang seharusnya menjadi tempat pendidikan yang terjangkau bagi masyarakat.
Perubahan status dari PTN menjadi PTN Berbadan Hukum (PTN-BH) juga seringkali menambah beban finansial bagi mahasiswa karena kecenderungan untuk menetapkan biaya kuliah yang tinggi guna membiayai kegiatan administrasi kampus yang lebih mandiri (PP Nomor 26 Tahun 2015). PTN-BH dengan otonominya yang lebih besar dapat membuka peluang untuk merubah pendidikan menjadi komoditas yang diperdagangkan dan kemudian mengarah kepada komersialisasi pendidikan.
PTN yang bertransformasi menjadi PTN-BH telah banyak menimbulkan kontroversi. Kemampuan PTN-BH dalam mengatur keuangannya sendiri dapat menjadi ajang penyalahgunaan kewenangan karena dapat bertindak sesuka hati dalam menentukan dan bahkan menambah golongan UKT.Â
Kenaikan UKT baru saja dialami oleh Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) ketika biaya pendidikan mahasiswanya melonjak drastis. Dari yang UKT semula sekitar Rp9 juta, naik pesat menjadi Rp52 juta.Â
Respons mahasiswa, yang diwakili oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unsoed, beragam, mengekspresikan kegelisahan dan ketidaksetujuan atas komersialisasi pendidikan yang semakin nyata. Keputusan ini menjadi cerminan kontroversi yang meliputi tantangan mengenai aksesibilitas pendidikan tinggi dan dampak sosial ekonominya.