"Kita maju lagi agak tujuh menit, nanti kalian boleh istirahat sepuasnya" sahutku.
Kami pun masuk ke mobil, lalu dari balik kemudi, Nodi memacu kendaraan tersebut membelah koridor satwa Rumah Hitam. Sampai sekitar tujuh menit kemudian, kami kembali berhenti di sebuah pondok ladang yang tak jauh dari Desa Renah Alai. Disekitarnya sudah ada rumah-rumah kebun, dengan cahaya lampu listrik yang cukup terang.
"Silahkan istirahat, dan nikmati suasana Kaki Gunung Masurai malam ini, sepuasnya" kataku.
Kami pun turun dari mobil, menghirup udara segar dihamparan ladang yang ditanami ubi jalar dan kol. Desa ini memang cukup terkenal sebagai penghasil berbagai jenis komoditi pertanian, seperti kentang, cabai, kopi dan kayu manis.Â
Suasana dingin diketinggian sekitar 1200 m dpl tersebut mulai menyeruak seperti menusuk kulit, daging, hingga ke tulang. Jaket tebal produk lokal yang sedari tadi aku peluk mulai dikenakan. Setelah cukup puas beristirahat, perjalanan pun dilanjutkan, hingga sekitar sembilan menit kemudian kami sampai di tempat tujuan, dan menginap di Rumah Kang Aceng, salah satu warga Desa Renah Alai.
"Tempat tadi tu cukup dekat ya dari sini. Besok pagi kita ke sana lagi ya" kata Syefti sambal meruput teh tawar hangatnya.
"Ngapain" sahutku.
"Kalau kita melihat tempat itu dipagi hari, pasti keren banget. Banyak spot selpinya, buat insta story"
"Gimana mau update status, disini kan nggak ada sinyal"
"Di stok aja dulu bang fotonya, kalau dah dapat sinyal, baru kita brudulin stok fotonya. Rame deh yang ngelike IG ku"