Ini kali pertama saya menulis artikel di Kompasiana. Hal yg memancing saya untuk menulis artikel ini adalah keprihatinan dan kekhawatiran saya dimana semenjak Pilpres kemarin, semakin marak penyebaran artikel berisi konspirasi ugal-ugalan atau meminjam istilah asing, hoax news serta pesan-pesan berbau kebencian.Terlebih lagi, artikel tersebut lebih menitikberatkan kebencian atau hatred tak berdasar ketimbang kritik membangun.
Tak jarang isinya hujatan atau makian thdp pihak tertentu. Parahnya lagi konspirasi ugal-ugalan ini AMAT MUDAH tersebar dan dipercaya oleh mereka yg awam tanpa mau memverifikasi isi berita tersebut. Mengapa saya lebih suka menggunakan kata “konspirasi ugal-ugalan” ketimbang kata “berita bohong” sebagai ganti kata asing hoax news/fake news?Sebabnya, artikel-artikel berisi konspirasi ugal-ugalan tersebut telah disusun sedemikian rupa sehingga meski tanpa memaparkan data yg valid, artikel-artikel tersebut bisa terlihat seakan-akan benar.
Diatas adalah salah satu screenshotsebuah berita hoax yg menyatakan bahwa vaksinasi malah akan membahayakan si pasien. Tentu saja hal tersebut dibantah mentah-mentah oleh para ahli dibidangnya. Bahkan beberapa diantara ahli-ahli tersebut mengecam siapapun yg menyebarkan berita hoax tersebut karena argumennya yg sama sekali tak berdasar serta menyebarkan kebodohan massal. Tidak perlu lah saya copy-paste lagi klarifikasi tulisan hoax tersebut karena terlalu panjang. Jika anda tidak malas mencari, di Internet sebenarnya sudah sangat mudah untuk mencari klarifikasi artikel tersebut.
Entah apa tujuan si penyebar hoaxtersebut, apakah karena benci terhadap tokoh tertentu atau hanya sekadar ingin mencari sensasi. Dan celakanya dengan segala kemudahan fitur forward message atau copy-paste, pengguna internet dengan mudahnya menyebarluaskan artikel tersebut tanpa mengetahui kebenaran dari isi artikel tersebut.
Pemberitaan yg berisi konspirasi ugal-ugalan ini jelas memberikan kerugian tersendiri bagi si penerima berita hoax bahkan bagi si penyebar berita hoax. Mungkin saja setelah tersebarnya artikel tak tertanggungjawab (bukan bertanggungjawab) begini, banyak orang tua yg enggan mengikutkan anaknya untuk mendapatkan fasilitas kesehatan tersebut. Sungguh amat disayangkan.
Tampaknya belum lelah setelah kemarin menuduh logo BI menggunakan simbol palu-arit, muncul lagi baru-baru ini berita hoaxyg masih hangat tentang artikel desain uang rupiah terbaru yg dituduh sebagian oknum mirip dengan mata uang China dan dikait-kaitkan dengan kebangkitan PKI serta Chinaisasi. Ya, seperti kita ketahui isu PKI dan isu berbau sara yg membawa-bawa suku bahkan agama tertentu adalah isu favorit para penyebar berita hoax.Artikel-artikel beracun ini menempatkan NKRI seakan-akan NKRI sedang dalam suasana genting dan dilanda kekacauan yang amat luar biasa.
Tulisan saya yg menggunakan kata ‘luar biasa’ tidaklah berlebihan. Bila anda perhatikan sebaran berita hoax mengenai kebangkitan isu PKI dan membaca kolom komentar di media sosial, anda akan melihat bahwa begitu banyak pengguna internet ikutan terhasut dan lagi-lagi komentarnya berbau hatred.
Presiden mereka sendiripun berani mereka hina dan secara terang-terangan menuduh presiden sendiri sebagai antek PKI walaupun secara personal, isu PKI adalah lagu lama buat saya dan tidak perlu lagi didengung-dengungkan karena memang tak ada gunanya. Mereka terbawa suasana yg sebenarnya hanya ilusi yg dibuat-buat saja. Segala sesuatu yg diawali kebencian memang mampu mengalahkan akal sehat sepintar apapun dan setinggi apapun titel yang kita punya.
(Klik disini! Salah satu video klarifikasi ttg uang rupiah baru mirip dgn Yuan china)
Propaganda yg ia lakukan (pada waktu itu lewat radio maupun koran-koran) terbukti berhasil membohongi pihak sekutu atau setidaknya membuat sekutu berpikir seribu kali untuk menyusun penyerangan ke Jerman karena propaganda bohong yg didengungkannya. Bahkan gilanya, Hitler diberitakan pernah termakan berita propaganda yang Goebbels sendiri sebarkan (sumber : Perang Eropa karya P.K Ojong).