Laskar pelang (2008), film fenomenal yang sempat mengambil perhatian 4,7 juta masyarakat Indonesia. Film yang disutradarai oleh Riri Riza ini menjadi sukses dengan mengambil latar cerita di Pulau Belitung. Film dengan durasi 125 menit ini dirilis pada 26 September.
Salman Aristo dibantu oleh sang sutradara dan Mira Lesmana merupakan penulis skenario dari film Laskar Pelangi. Film yang sangat populer di masanya ini, merupakan adaptasi dari novel Laskar Pelangi yang terbit pada tahun 2005. Novel tersebut adalah karya dari Andrea Hirata.
Dalam film ini diceritakan bagaimana keadaan dunia pendidikan di daerah pedalaman. Di samping keadaan pendidikan, film ini juga menceritakan suasana kehidupan aktor-aktor yang setiap harinya penuh dengan suasana persahabatan dan kekeluargaan. Suasana sedih dan duka cita juga didapatkan ketika ada salah satu anggota keluarga yang meninggal.
Film Laskar Pelangi (2008) menggabungkan 12 Â aktor profesional Indonesia dengan 12 anak lokal di Pulau Belitung. Dalam film ini menceritakan kehidupan 10 anak di Desa Belitung yang duduk di bangku SD Muhammadiyah.Â
Awalnya, sekolah tersebut akan ditutup akibat tidak memenuhi persyaratan. Namun, kedatangan Harun, yang memiliki keterbelakangan mental menyelamatkan sekolah ini, karena jumlah murid genap menjadi 10 orang.
Dalam film ini memperlihatkan bagaimana ketimpangan sosial serta pendidikan di Indonesia yang belum merata. Dalam film ini juga diperlihatkan kehidupan para aktor yang begitu sederhana. Tentu bagi pihak pemerintah, film ini merupakan sindiran secara tidak langsung agar dapat membuat pendidikan di Indonesia merata sampai ke daerah-daerah terpencil.
Dalam kesempatan ini, penulis berkesempatan untuk mewawancarai beberapa masyarakat yang sudah menonton film Laskar Pelangi (2008). Robertus (22) mahasiswa dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta memiliki kesan tersendiri saat menonton film ini. Ia teringat saat itu menonton film ini bersama dengan ayahnya saat masih duduk di bangku sekolah dasar.
"Waktu itu saya masih SD, saya diberitahu oleh ayah kalau harus bersyukur masih bisa mendapatkan pendidikan yang memadai saat ini", ujar Robertus. Menurutnya, dari segi penulisan cerita, film ini sangat menarik karena ada unsur sedih, bahagia, dan komedi yang ditampilkan.
Senada dengan Robertus, Tita(24) seorang pekerja swasta berpendapat bahwa film ini menceritakan unsur-unsur dalam kehidupan nyata. Alur film juga dianggap menarik karena tidak monoton.
"Kalau dari alurnya keren, karena kita sebagai penonton tidak merasa bosan ya", kata perempuan 24 tahun itu saat mengingat kenangan menonton film Laskar Pelangi 14 tahun silam.