Mohon tunggu...
fredericohanung
fredericohanung Mohon Tunggu... Mahasiswa - Jiu Hong

Mahasiswa yang mencintai budaya.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pelecehan Seksual dalam Lingkup Agama

27 Januari 2022   12:54 Diperbarui: 27 Januari 2022   13:03 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pelecehan seksual, saat ini merupakan kejahatan yang dominan terjadi pada wanita. Kejahatan semacam ini biasanya terjadi karena keinginan nafsu birahi yang tidak tertahankan. Selain itu, imajinasi si pelaku dapat mempengaruhi terjadinya kejahatan seksual.

Namun, sebenarnya apa yang dimaksud dengan kejahatan seksual? Menurut naskah Rancangan Undang-Undang tentang penghapusan kekerasan seksual oleh KOMNAS Perempuan, kejahatan atau kekerasan seksual merupakan setiap perbuatan yang bersifat merendahkan, menghina, menyerang terhadap tubuh yang terkait dengan nafsu perkelaminan, hasrat seksual seseorang, atau fungsi reproduksi secara paksa.


Dari situ kita dapat melihat bahwa kejahatan tersebut bersifat paksaan tanpa persetujuan dari lawan jenisnya. Perbuatan yang bersifat merendahkan juga termasuk ke dalam kejahatan seksual dan ini sangat rawan terjadi di kehidupan sehari-hari.

Seperti dalam kasus seorang pengajar di sebuah pesantren d Kota Bandung. Para santri ternyata sudah berada di bawah tekanan tersebut selama 5 tahun. Mirisnya lagi saat mengetahui bahwa 7 dari belasan santriwati yang dilecehkan telah melahirkan. Selama rentang tahun 2016-2021, pengajar sekaligus pemimpin di pondok pesantren itu telah melakukan pelecehan seksual. Ini berarti kejahatan seksual tidak hanya terjadi dikalangan masyarakat secara umum, namun lebih sempit lagi, di dalam lingkup agama. 

"Orang yang memiliki gelar agama belum tentu benar perbuatannya". Mungkin kalimat ini dapat menggambarkan kasus ini. Polisi dan pihak berwajib harus menindak tegas kasus keji ini. Menurut saya, ada baiknya jika dilakukan penyisiran lebih lanjut apakah si pelaku memiliki jaringan lain atau hanya terbatas di dalam pondok pesantrennya sendiri.

Dilihat dari sudut pandang komunikasi antar budaya, menurut saya hal ini tidak sepatutnya terjadi karena di Indonesia kita terbiasa dengan hal-hal sopan dan terbatas jika membicarakan hal tabu, sehingga dalam kehidupan sehari-hari kemungkinan untuk terjerumus ke dalam pembicaraan negatif dapat dihindari. Karena dari pembicaraan negatif saja bisa menaikkan gairah seseorang, kemudian bisa menyerang lawan jenisnya.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun