Mohon tunggu...
Freddy Gunawan
Freddy Gunawan Mohon Tunggu... wiraswasta -

gemar memanjakan lidah, mata, telinga dan tangan..

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Tidak Mau Menulis di Kompasiana, Tidak Ada Uangnya...

2 Maret 2014   22:38 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:18 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya lupa, ada tidak ya yang mendorong saya menulis di Kompasiana? Seingat saya tidak ada. Tapi memang saya akhirnya memilih menulis di kompasiana. Bukan di lapak lapak yang lain. Sekalipun di sana tidak kalah seru. Pertimbangan saya sederhana. Saya tahu tentang Kompasiana lebih dulu daripada jenis serupa di tempat lain. Saya tergolong Kompasianer baru. Saya menjadi Kompasianer sejak 25 November 2013 (belum verifikasi akun). Namun saya sudah sering membaca artikel-artikel para kompasianer jauh sebelum masa itu.

Saya menikmati menulis di Kompasiana, sekalipun artikel saya belum banyak. Tulisan pertama saya dimuat 1 Desember 2013. Saya memang bukan tipe produktif dalam menulis. Sampai dengan akhir Februari 2014 total artikel saya baru 10 artikel dengan 28 komentar (termasuk komentar balasan saya).

Kebiasaan saya menulis berangkat dari mencoba, dan akhirnya menjadi cukup sering, menulis di mailing list dari satu grup di Yahoo Groups yang saya ikuti. Di sana ada seorang-dua sahabat yang menasehati saya, “Lebih baik menulis di lapak yang lebih luas, supaya dapat dibaca lebih banyak orang daripada hanya di mailing list yang jumlah pesertanya hanya sedikit”. Saya akhirnya tertarik dengan nasehat tersebut dan membuat saya menjadi Kompasianer sampai sekarang dan tentu saja selanjutnya.

Pembaca untuk tiap artikel saya juga tidak banyak. Artikel saya dengan pembaca terbanyak baru satu artikel (jumlah hits 181). Artikel dengan pembaca tersedikit juga satu artikel (jumlah hits 12). Catatan, dugaan saya hit itu tidak selalu berarti dibaca. Ada kemungkinan seorang pembaca tertarik membaca satu tulisan karena tertarik dengan judul artikel. Tapi setelah artikel tersebut ditengok, ternyata tidak jadi atau tidak selesai membacanya. Menurut saya, lebih tepat yang boleh dihitung sebagai dibaca itu adalah pembaca yang membaca dan memberi komentar atau memberi nilai bagi artikel tersebut. Umumnya mereka ini tergolong pembaca yang selesai membaca artikel termaksud. Tapi untuk “membesarkan diri”, bolehlah berasumsi jika di-hit itu sudah dianggap dibaca oleh pembaca, sekalipun bisa saja tidak tuntas, dan tidak minat untuk memberi komentar atau penilaian.

Sudah barang tentu, siapapun itu, jika menulis di mana pun, termasuk di Kompasiana, berharap agar artikelnya dibaca sebanyak mungkin pembaca. Di-hit ribuan orang. Namun seperti biasa, harapan dan kenyataan itu bisa saja tidak sesuai. Termasuk soal jumlah pembaca sebuah artikel di Kompasiana. Menurut saya, sebuah artikel itu dibaca atau tidak, sedikit banyak tergantung topik yang ditulis, aktual atau tidak. Juga isi tulisan, menarik atau tidak. Tak kalah penting juga, gaya penulisan, membosankan atau tidak. Tetapi mungkin ada juga alasan yang berbeda. Selain itu perlu diingat, jumlah Kompasianer di Kompasiana itu ribuan. Satu hari ada ribuan artikel yang ditulis dan dimuat. Jadi alternatif pembaca untuk memilih dan membaca suatu artikel memang banyak sekali. Tapi saya tak risau. Saya tetap minat, senang dan menikmati menulis di Kompasiana.

Namun ada sedikit cerita. Satu hari Minggu pagi, saya bertemu dengan seorang kawan lama. Beliau ini mantan penyiar radio, tetapi juga seorang penulis dan kolumnis profesional di berbagai surat kabar atau majalah lokal maupun nasional. Pada saat berjumpa, setelah ngobrol basa basi menanyakan kabar masing-masing karena lama tak bertemu dan juga setelah bincang ringan lain, saya mengajak beliau, “ayo nulis di Kompasiana.. saya nulis di sana..” Pertimbangan saya, beliau kan penulis, tentu berminat besar jika diajak menulis di Kompasiana. Namun beliau hanya tersenyum dan  berujar, “Gak ah.. gak nulis di Kompasiana.. gak ada uangnya..!” Saya juga tersenyum, mengangguk-anggukkan kepala tanpa komentar. Saya memahami dan tak melanjutkan bicara soal menulis di Kompasiana. Saya memilih melanjutkan bincang-bincang soal lain.

Memang, sebelum menulis di kompasiana, saya sudah tahu kalau tidak ada kompensasi berupa uang atau jenis lainnya untuk tiap artikel yang dimuat di Kompasiana. Setahu saya bentuk penghargaan yang ada adalah berupa award untuk Kompasianer of The Year atau menerbitkan kumpulan artikel terpilih Kompasianer dalam bentuk buku. Jadi saya biasa saja saat memutuskan menulis di Kompasiana, sekalipun tanpa diberikan honor oleh admin Kompasiana. Sebab saya memang tidak berprofesi sebagai penulis profesional, berbeda dengan kawan saya itu. Saya hanya mau menggemari menulis. Sudah sekitar lima tahun ini saya mengalami, menulis itu bisa jadi candu dan perlu.. hehehe...

Bagaimana dengan sampeyan, Kompasianer?

Salam menulis, Freddy Gunawan

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun