Kolonialisme dan imperilaisme bangsa Eropa di Asia dan Afrika tidak hadir secara tiba-tiba. Pada awalnya kolonialisme dan imperialisme bukanlah dilatarbelakangi oleh ambisi untuk menguasai atau menjajah bangsa-bangsa di Asia dan Afrika. Tujuan utama kedatangan bangsa Eropa adalah berdagang.
Bangsa Eropa membeli barang-barang yang langka di pasar Eropa seperti rempah-rempah dari Nusantara dan emas di Afrika. Singkatnya, motivasi utamanya adalah berdagang. Kolonialisme dan imperialisme tidak terlepas dari era penjelajahan samudra bangsa Eropa terutama Portugis yang telah mampu menemukan teknologi pelayaran antarbenua dan ditemukannya kompas sebagai penunjuk arah untuk sampai ke dunia timur.
Portugis pertama kali singgah di Malaka pada tahun 1509 setelah sebelumnya menaklukan kerajaan Goa di India sebagai pusat kekuasaan Portugis di Asia. Pada tahun 1511 Portugis berhasil menguasai Malaka sebagai pusat perdagangan terbesar di bawah pimpinan Alfonso de Albuquerqe. Malaka sangat di minati Portugis karena posisi strategis yang merupakan Bandar pelayaran dan perdagangan yang dapat mempertemukan pedagang Portugis dengan pedagang-pedagang lain seperti Tiongkok, Persia dan Arab.
Setelah dari Malaka Portugis juga mengirim armadanya ke pelabuhan Sunda Kelapa (Pelabuhan Banten) untuk menguasai perdagangan lada di wilayah itu di bawah pimpinan de Alvin. Tidak hanya sampai di Malaka dan Sunda Kelapa, Portugis juga mulai melirik ke wilayah bagian Timur Nusantara yakni Maluku sebagai pusat rempah-rempah seperti pala dan cengkih. Portugis juga mengirimkan armadanya ke pulau Timor (Solor) dengan tujuannya utamnya, yaitu menyebarkan agama Katolik, para rohaniwan itu juga berdagang kayu Cendana untuk membiayai kegiatan utama mereka.
Ketika berada di wilayah Nusantara, terutama di daerah Maluku dan Solor, Portugis mulai melaksanakan program-program pendidikan. Pendidikan pada masa Portugis secara mendasar dikerjakan oleh organisasi atau Ordo Misi Gereja Katolik Roma. Oleh sebab itu kehadiran Portugis di Asia dilambangkan dengan “benteng dan gereja” atau dalam bahasa Portugis “fortelessa e i greja”.
Pada tahun 1536 di bawah pimpinan Antonio Galvano, penguasa portugis di Maluku, didirikan sebuah sekolah seminari, sebuah sekolah untuk menjadi calon imam atau biarawan-biarawati yang menerima anak-anak pemuka pribumi. Selain difokuskan pelajaran agama, mereka juga diajari membaca, menulis dan berhitung. Selain di daerah Maluku sekolah seminari juga dibuka di daerah Timor (Solor) yang dikelolah oleh para rohaniwan dari Ordo Dominikan
Sekolah-sekolah Portugis juga mengajarkan bahasa Latin kepada murid-muridnya. Mereka yang ingin melanjutkan pendidikan dapat pergi ke Goa, India yang ketika itu merupakan pusat kekuatan Portugis di Asia. Perkembangan pendidikan pada zaman Portugis ini dapat dikatakan berpusat di Maluku dan sekitarnya sebab di daerah-daerah lain pengaruh Portugis belum begitu mengakar.
#Smd190320
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H