DPR telah memulai pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja. Mulai pekan depan, DPR akan bertemu dengan pihak pemerintah untuk memastikan kesiapan pemerintah dalam pembahasan RUU ini. Namun, di sisi lain berbagai elemen buruh telah menyatakan penolakannya untuk ikut serta dalam pembahasan RUU yang akan memberikan mereka banyak keuntungan.
Penolakan pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja sudah mulai meluas. Pertama KSPI menyatakan tidak akan menghadiri undangan pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja dan saat ini KSPN juga memutuskan hal yang sama. Kondisi ini akan menjadi hambatan dalam pembahasan RUU tersebut. Padahal baik pihak yang pro maupun kontra harus berperan aktif dalam pembahasan RUU tersebut. Kondisi ini kemungkinan akan diikuti oleh SP/SB lain, sehingga partisipasi SP/SB yang diharapkan dapat menyempurnakan RUU tersebut akan hilang.
Kondisi ini menjadi aneh, ketika pihak yang merasa paling dirugikan justru berhenti memperjuangkan nasibnya dalam RUU Omnibus Law tersebut. Sikap apatis ini menjadi menakutkan ketika nanti mereka menggunakan alasan ketidakterlibatannya untuk menolak RUU Omnibus Law Cipta Kerja ini. Padahal DPR sudah berupaya memberikan ruang yang luas untuk menyampaikan kritik dan sarannya dalam proses pembahasan.
Apa yang salah?
Apakah keputusan DPR untuk membahas RUU Omnibus Law Cipta Kerja ini patut dipersalahkan. Ketika penyusunan, pemerintah memang kurang tepat karena tidak melibatkan elemen buruh. Akan tetapi, kondisi ini menjadi terbalik ketika DPR memberikan kesempatan justru mereka menolaknya. Seharusnya, Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB) berpartisipasi aktif dalam pembahasan ini, karena mereka juga memiliki peluang untuk menyempurnakan pasal-pasal yang dalam pandangan SP/SB tidak tepat atau tidak berpihak pada mereka.
Akan tetapi, saya mengajak teman-teman dari SP/SB untuk terus berjuang menyuarakan kritik dan juga saran demi penyempurnaan RUU Omnibus Law Cipta Kerja.
Semakin luasnya dampak wabah Covid-19 menyebabkan waktu rapat-rapat DPR menjadi sempit, sehingga DPR perlu membahas RUU tersebut secara intensif dan lintas lembaga, listas organisasi, dan lintas sektor. DPR tidak perlu terburu-buru mengesahkan RUU Omnibus Law Cipta Kerja, namun tetap mengedepankan tahapan yang sesuai regulasi dan pelibatan publik dalam pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja ini.Â
Wabah Covid-19 juga telah menyebabkan berbagai sektor mengalami tekanan yang sangat berat, bahkan perekonomian Indonesia diprediksi akan tumbuh negatif apabila Covid-19 tidak dapat terselesaikan dalam 6 bulan ke depan. Namun, justru dengan alasan tersebut RUU Omnibus Law Cipta Kerja menjadi lebih mendesak untuk segera dibahas dalam rangka penciptaan iklim investasi yang lebih baik dan pembukaan lapangan kerja yang seluas-luasnya untuk rakyat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H