Kukemas barang-barangku satu per satu. Tas dan koper sudah beres. Pekerjaanku juga sudah kuselesaikan dan sudah mengurus izin cuti selama seminggu ke depan. Sekarang tinggal pergi ke terminal bus.
Tidak terasa hari ini datang juga. Aku berencana mengunjungi nenek di desa. Desa nenek jauh dari kota. Aku dan nenek masih berkomunikasi berkat adanya handphone. Dikarenakan peta digital dari handphone tidak bisa menampilkan desa nenek, aku tidak tahu bagaimana suasana desa sekarang.
Aku sampai di terminal bus. Kunaiki bus itu dan bus itu bergerak. Sepanjang perjalanan, aku terpikir bagaimana kenangan di sana. Terakhir kali mengunjungi desa sudah 15 tahun yang lalu tepatnya ketika aku masih kelas 3 SD.
Aku pun tidak mengira waktu bakal berlalu secepat itu yang kini aku sudah selesai kuliah dan bekerja di perusahaan di tengah pusat kota. Saat dulu berlibur ke rumah nenek, yang pertama kali kurasakan adalah udaranya. Karena polusi sangat sedikit, udara di desa sangat sejuk dan dingin.
Bukit-bukit juga mengelilingi desa nenek. Rumah nenek sederhana terbuat dari kayu, rotan, dan genteng. Bukan hanya rumah nenek saja, rumah tetangga bahkan kebanyakan rumah di desa sama dengan model rumah nenek. Kumasuki rumah nenek. Meskipun terlihat jadul, aku senang berada disana karena di dalamnya sangat hangat dan nyaman.
Pagi harinya, aku yang masih kecil itu ditemani nenek keliling-keliling desa. Kami berjalan menuju sebuah sebuah sungai. Dari sana tampak ibu-ibu yang membawa tempayan yang berisi air di atas kepalanya. Kami juga melihat anak-anak bermain di sekitar sungai.
Aku mendekati sungai itu dan airnya jernih sekali itu. Kumasukkan tanganku dan alangkah dinginnya air sungai itu. Kami terus berjalan di atas tanah yang tidak beraspal itu dan tidak ada kendaraan yang lewat daritadi. Kami hanya melihat seseorang yang menaiki kerbau yang melintas.
Siangnya, kami melewati sawah. Banyak petani yang sedang bekerja dan tampak seorang wanita memanggil nenek. Ternyata ibu itu adalah teman nenek namanya Ibu Wati. Kami singgah di pondok sawah itu dan berbincang-bincang. Menikmati hamparan sawah dan angin sepoi-sepoi sambil makan pisang goreng dan teh hangat.
Malamnya, nenek menyalakan lampu minyak dikarenakan penggunaan listrik masih terbatas saat itu. Di tengah gelap gulita itu, aku menikmati kesunyian dan menikmati ketenangan yang mendalam.
Tak terasa aku sampai di desa nenek. Suasana di desa sudah sangat berubah dan lebih modern. Aku telusuri jalan yang kini sudah beraspal dan mulai dilalui kendaraan. Kutiba di depan rumah nenek yang kini sudah direnovasi menjadi lebih layak.
Kuketuk pintu rumahnya dan pintu dibukakan oleh nenek. Kupeluk dan kucium tangan nenek. Nenek masih sehat. Kami banyak bercerita secara langsung karena selama ini kami hanya sebatas mengobrol melalui handphone.