[caption id="attachment_316645" align="aligncenter" width="620" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption] Selain penyakit infeksi, sengatan listrik juga merupakan hal yang patut diwaspadai tatkala banjir melanda sejumlah kota di Indonesia. Kurun beberapa tahun terakhir, selalu saja ada laporan kematian akibat sengatan listrik di musim banjir. Sebagai contoh, Kompas.com Jumat 17/01/14 kemarin melaporkan dua orang yang tewas tersengat listrik saat hendak mencabut stop kontak kulkas rumahnya. Beberapa hari lalu, PLN pun telah memadamkan sejumlah gardu listrik untuk meminimalisir bahaya potensial tersebut. Memang, pertolongan dini sering sulit dilakukan karena baik korban maupun penolong dalam keadaan basah. Perlu diketahui, listrik dapat menyebabkan cedera melalui mekanisme langsung maupun tidak langsung. Aliran listrik dapat secara langsung menganggu irama jantung, dan pengubahan energi listrik menjadi energi panas sering menyebabkan luka bakar. Di lain sisi, ada pula bahaya lain yang timbul akibat efek tidak langsung sengata listrik. Ya, listrik pada arus tertentu dapat merangsang otot, termasuk otot pernapasan, untuk berkontraksi terus-menerus hingga terjadi kematian jaringan otot dan pelepasan zat-zat toksik dari sel otot tersebut. Selain jantung dan saraf, sengatan listrik juga berdampak buruk pada hati (liver), pankreas, ginjal, saluran cerna, pernapasan, luka bakar kulit, serta mata dan telinga. Tidak sedikit korban yang selamat dari kejadian ini lantas mengalami trauma psikis di kemudian hari. Pada prinsipnya, derajat cedera listrik sangat berhubungan dengan besar arus yang dihantarkan. Untuk sengatan arus yang kecil, seperti 1 mA, kita dapat merasakan sensasi kesemutan atau tidak merasakan apa-apa. Penelitian pun mengungkapkan, seorang dewasa hanya dapat menggenggam listrik kemudian melepaskannya pada maksimal arus 16 mA; ambang ini lebih rendah pada wanita dan anak-anak. Pada arus yang lebih tinggi, korban membutuhkan pertolongan orang lain untuk melepaskan diri dari sumber listrik. Arus 16-20 mA sudah cukup untuk merangsang kontraksi tetanik pada otot. Pada intensitas yang Lebih tinggi, 20-50 mA, maka korban dapat mengalami henti napas. Kejadian henti jantung (asistol) dapat terjadi pada arus diatas 2 A. Sebenarnya kasus sengatan listrik ini merupakan wujud sederhana dari tersambar petir (lightning). Namun, tentu risiko mortalitas akibat tersambar petir (atau geledek) tentu sangat tinggi. Saat menemukan kejadian sengatan listrik, jangan terburu-buru untuk menarik korban. Ingat, 90% tubuh manusia bersifat konduktor, dan pada kasus banjir, korban dalam keadaan basah. Penolong bisa jadi ikut tersengat apabila tidak menggunakan pelindung. Jika memungkinkan, sangat dianjurkan untuk mematikan sumber listrik terlebih dahulu. Tetap gunakan bahan isolator untuk melepaskan korban dari sumber listrik. Waspadai, korban bisa saja sedang memakai bahan-bahan konduktor seperti gelang, jam tangan, sabuk, dan sebagainya. Korban yang basah juga sebaiknya diselimuti untuk mencegah kehilangan panas lebih lanjut (hipotermia). Ingat, dampak sengatan listrik di dalam tubuh itu lebih besar ketimbang yang terlihat kasat mata. Layaknya kasus cedera dan emergensi lainnya, korban perlu dibawa segera ke unit gawat darurat. Tim medis akan memberikan petolongan pada aspek mendasar dahulu, yakni jalan napas (Airway), pernapasan (Breathing), dan sirkulasi (Circulation). Pasalnya, korban sengatan listrik dapat sekaligus mengalami masalah pada ketiga masalah ABC tersebut. Jalan napas dapat tersumbat akibat kejang otot jalan napas. Pernapasan dapat terganggu melalui mekanisme kejang otot atau cedera saraf. Dan korban sengatan listrik dapat mengalami masalah sirkulasi bila melibatkan jantung, kehilangan cairan yang berat, atau cedera sistem saraf. Pada kasus berat, korban bisa saja dirawat di ICU. Sengatan listrik tentu dapat dicegah bila kita mewaspadai sejumlah lokasi yang potensial. Setidaknya untuk rumah kita sendiri, mengecek dan mengamankan kembali sumber-sumber listrik akan sangat membantu, terutama untuk lantai dasar yang mungkin kebanjiran. Tak ada salahnya juga untuk memikirkan atau membayangkan langkah-langkah cepat mematikan sumber listrik itu seandainya musibah datang. Bukankah menyelamatkan nyawa itu lebih penting ketimbang mengamankan harta benda? Semoga tulisan ini dapat meningkatkan kewaspadaan kita semua. Salam sehat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H