Mohon tunggu...
Fransis No Awe
Fransis No Awe Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Peminat Kajian Budaya, Politik, Sastra dan Film

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Oinbit: Firdaus yang Terluka

4 April 2015   11:08 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:33 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14281203492004446047

Malam itu, Rabu 1 Januari 2015. Dibawah beringin Sukarno, komplek kampus pascasarjana Universitas Sanata Dharma, sekelompok mahasiswa, dosen dan para sastrawan NTT-Jogya mengadakan kampanye kreatif tolak tambang di Oinbit pulau Timor, propinsi Nusa Tenggara Timur. Kampaye tolak tambang kreatif ini dikemas dalam bentuk pementasan musik dan pembacaan puisi-puisi yang bernuansa ekologis oleh para sastrawan NTT. Puisi-puisi lingkungan itu antara lain; tentang keindahan alam, panorama bukit-bukit Timor, laut yang indah, pantai dan pasir putih, angin yang bersahabat, padang savana, senandung sesando, gerimis dikemarau dan berbagai kosa kata lain yang mengangkat kekayaan panorama lingkungan hidup Nusa Tenggara Timur.

Kampanye ini berangkat dari spirit kepedulian terhadap linkungan hidup, teristimewa daerah Oinbit yang kini sedang menghadapi proses pertambangan. Kepedulian ini kemudian diikrarkan sebagai tekad bersama untuk menjaga kelestarian Oinbit, keutuhan Timor dan flobamora umumnya dari teror pertambangan. Tekad inilah yang memacu semangat juang para generasi muda nusa tenggara untuk terus bersuara menolak tambang.

Pada malam itu, mereka para generasi muda saling membagi kisah kegelisahan tentang Oinbit, tentang pulau Timor yang kian hari terus tercabik oleh alat-alat tambang. Salah seorang mahasiswa yang tempat tinggalnya berdekatan dengan lokasi pertambangan Oinbit mengisahkan; Oinbit dulu sejuk, penuh keindahan, laksana Firdaus. Kini telah berubah, semenjak datangnya perusahaan tambang. Oinbit disana-sini terdapat lubang yang menganga, kedalamannya mencapai 25-30 meter. Lubang-lubang galian itu terus memakan korban. Hewan-hewan peliharaan masyarakat disekitar terperosok kedalamnya dan merenggangkan nyawa dalam lubang bekas galian itu.

Tak ada lagi keramahan di Oinbit. Oinbit kini telah berubah wajah, Firdaus telah terluka. Tanah tubuhnya tertikam oleh tajamnya alat-alat penggali. Pohon-pohon mereka ditebas. Dan rumput ilalang mereka digilas alat-alat berat. Raut wajah Oinbit tak seindah dulu lagi, penuh ramah menyambut anak desa yang menggembalakan ternaknya. Atau berbaik hati untuk gadis-gadis Timor yang memungut ranting-ranting kering untuk perapian dimalam hari. Juga tak ada lagi bunyi cucakrowo. Tak ada lagi suara merdu tekukur. Tak ada lagi cicit burung-burung pipit karena pohon rumah mereka telah di tebang. Dan keheningan tidur mereka telah sirna oleh deru alat-alat berat. Oinbit menderita, ditindas serta dijarah.

Kampaye tolak tambang di Oinbit-Timor ini bertolak dari beberapa alasan mendasar. Pertama; tidak ada kejelasan peraturan proses pertambaangan di Oinbit dan kurangnya transparasi pemda, sehingga masyarakat disekitar lokasi sendiri tidak mengetahui proses tambang itu. Kedua; lokasi Oinbit dan pulau Timor yang kecil dan gersang tidak memungkinkan untuk industri pertambangan. Ketiga; bertolak dari beberapa kasus tambang didaerah lain bahwa proses reklamasi selalu gagal. Keempat; pertambangan akan meyebabkan kerusakan lingkungan hidup; hutan rusak, udara tercemar, kekayaan alam berkurang, dan rusaknya ekosistem lingkungan.

Selain alasan praktis ini, secara moral pun eksploitasi alam tidak dibenarkan. Manusia tidak dengan bebas bertindak atas lingkungan hidup. Sebaliknya manusia mempunyai tanggungjawab dan kewajiban moral untuk menghargai lingkungan hidup, karena setiap ciptaan mempunyai inherent value (nilai bawaan) dan intrinsic value (nilai hakiki). Tanggungjawab moral ini dipengaruhi dari nilai inherent dan intrinsic ini yakni fungsi dan manfaat lingkungan hidup bagi manusia. Implikasinya, manusia harus menghormati dan bersikap baik  terhadap lingkungan hidup. Disisi lain kita bersikap adil terhadap lingkungan maupun generasi yang akan datang. Seperti kata John Rawls, tindakan generasi sekarang yang merusak lingkungan hidup sama artinya bertindak tidak adil terhadap generasi yang akan datang. Karena itu, generasi sekarang harus menjaga dan memelihara lingkungan.

Kampanye kreatif ini diharapkan dapat menggugah para pemgambil kebijakan baik pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun para pengusaha tambang untuk peduli terhadap masa depan lingkungan hidup. Dipenghujung acara, dinyanyikan lagu-lagu etnis nusa tenggara seperti Bolelebo, Bale nagi dan beberapa lagu lainnya. Berjuanglah terus para sahabatku. Salam dari Jogya.

Jogya 04 April 2015

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun