Mohon tunggu...
Fransiskus Rahas
Fransiskus Rahas Mohon Tunggu... Guru - Pendidik

saya suka berbagi pengalaman tentang pendidikan dan life style

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kala Politik Mencederai Sekolah

5 Januari 2025   05:12 Diperbarui: 5 Januari 2025   05:12 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Proses Belajar Mengajar di SMAN 2 Kupang (Juni 2024)

        Adanya dua jalur penyaluran dana beasiswa  Program Indonesia Pintar (PIP) untuk siswa/siswi, yaitu jalur sekolah melalui jalur Dapodik (data pokok peserta didik) dan jalur pemangku kepentingan yang diupayakan sejumlah anggota DPR RI  membuat pusing sejumlah kepala sekolah di Kota Kupang. Kebingungan ini diperparah oleh adanya surat pemberitahuan penerima beasiswa PIP oleh rumah aspirasi tetapi tidak melalui jalur data base sekolah dan tidak sesuai dengan kriteria penerima yang ditentukan oleh pemerintah.  Walaupun berdalih hanya memberikan informasi, namun tidak dapat dipungkiri bahwa kebijakan rumah aspirasi menerbitkan surat pemberitahuan penerimaan beasiswa PIP adalah sungguh mencederai integritas dan sistem tata kelola sekolah, serta merupakan wujud intervensi legislatif terhadap sekolah yang kebablasan. Syarat dan mekanisme penerima dana PIP yang telah ditetapkan dalam DAPODIK dengan memberi prioritas kepada keluarga tidak mampu, dan yang terancam putus sekolah karena kesulitan ekonomi menjadi mubasir dan dikangkangi oleh kepentingan politis sesaat dan tanpa dibarengi edukasi yang mendidik bagi publik. Dana yang wajib peruntukkannya untuk memperluas kesempatan masyarakat miskin dalam memperoleh pendidikan dan untuk meningkatkan Angka Partisipasi Sekolah (APS)  pada akhirnya dipersepsikan menjadi alat tawar menawar (bargaining tool) orang tua terhadap rumah aspirasi dan memposisikan sekolah sebagai pihak yang menghambat proses penyaluran dengan dalih momentum Pemilihan Kepala Daerah. Sekolah yang seharusnya bersih dari kepentingan apapun, apalagi praktik politik, didesak oleh pemangku kepentingan untuk berpartisipasi dalam permainan politik praktis dan mengorbankan sistem tata kelola dan administrasi sekolah berbasis DAPODIK. Politik bukan lagi melindungi pendidikan, namun sebaliknya mendominasi, menghalalkan segala cara, dan mengorbankan netralitas pendidikan. Oleh karena itu, politisasi beasiswa PIP harus dipandang sebagai sebuah tindakan berbahaya (dangerously act) karena di dalamnya termuat unsur manipulatif baik secara finansial, struktural, dan sistematis yang mampu merusak nilai-nilai pendidikan, menggerogoti kekayaan negara, serta sekaligus menghancurkan masa depan generasi penerus bangsa.

Integritas  Sekolah

                Beasiswa PIP memiliki nilai jual dan posisi tawar yang tinggi dalam kacamata politik, khususnya menjelang pemilihan kepala daerah di Kota Kupang. Beasiswa ini, secara riil, menjadi media kampanye yang menggiurkan dalam pilkada, alat bantu pemenangan, dan wahana afiliasi berbagai kepentingan.  Motif dan kepentingan politik lebih mendominasi, mengintervensi dan menghalalkan segala cara, serta menjadikan beasiswa PIP sebagai alat untuk mengangkat citra politik.  Politisasi beasiswa ini dibuat dan dirancang dengan cara yang sedemikian rapinya dan berhasil mengorbankan  integritas dan netralitas sekolah, serta mereduksi sistem tata kelola sekolah. Politisasi yang non edukatif ini memaksa "mengarahkan" sistem dan tata kelola sekolah untuk mendukung dan membenarkan dagelan politik  yang  dilakukan secara masif dan terbuka. Sekolah yang ada dalam masyarakat diposisikan sebagai alat kekuasaan dalam upaya membentuk sikap dan keyakinan politik yang dikehendaki. Bersekolah tidak lagi mempunyai muatan holistik (intelektual, spiritual, emosional) tapi lebih bermakna pencitraan, politis,  komersil dan bahkan koruptif. Hal yang sangat memprihatinkan sekali karena mengabaikan prinsip integritas sekolah sebagai bangunan moralitas, akhlak, etika, estetika dan juga logika. Akibatnya, sistem dan tata kelola pendidikan di sekolah menjadi amburadul, kehilangan moralitas, dan kekritisan berpikir. Transformasi nilai dan perkembangan moral yang sejatinya adalah fondasi penting bagi hubungan sosial pelaku pendidikan dalam pengembangan sistem dan  tata kelola sekolah pun betul-betul terabaikan.

Reevaluasi Regulasi Beasiswa

            Masalah penyaluran beasiswa PIP kiranya perlu dievaluasi lebih mendalam agar kebijakan yang dihasilkan mulai dari proses, penetapan, dan implementasinya tidak sarat dengan nuansa kultur politis sehingga tidak menjadikan integritas sekolah sebagai tameng politisasi beasiswa dan tidak mengorbankan siswa. Pemerintah dan legislatif harus secara bijak duduk bersama-sama  membentuk kerangka regulasi teknis yang bertujuan mengurai secara jelas pemberian beasiswa dalam penyelenggaraan pendidikan  dalam upaya mengeliminasi politisasi beasiswa PIP dan menutup akses kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN). Regulasi ini harus dapat memproteksi program ini sehingga dapat mencapai sasaran dan tujuan yang diinginkan dan mengurangi adanya kebocoran anggaran, dan  mengeliminir paradoks sistem yang ada.  Dengan demikian akan terjadi peningkatan pemerataan dan perimbangan pembagian peran antara pemerintah dan legislatif dalam konsep alokasi beasiswa (termasuk komitmen bersama  pengusulan dan penetapan penerima beasiswa), dan  memberikan kesempatan yang sama bagi semua anak bangsa untuk mendapatkan beasiswa PIP dari berbagai golongan masyarakat yang berbeda baik secara politik, sosial, ekonomi, gender, lokasi tempat tinggal dan tingkat kemampuan intelektual. Dengan terbentuknya kerangka teknis yang sistematis dan terstruktur, pemerintah dan legislatif pada akhirnya dapat menjamin sekolah sebagai simpul pendidikan dalam suatu ekosistem pendidikan dan menempatkan sekolah sebagai sarana edukasi publik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun