Oleh: Fransiskus Malen, S. Pd., Pengawas SD Kabupaten Manggarai, NTT
Sejak diterbitkannya Surat Edaran Mendikbud Nomor 4 Tahun 2020 tentang pembatasan pertemuan fisik (Physical Distancing) guna mencegah dan memutus rantai penularan Covid-19, telah berdampak signifikan bagi dunia pendidikan di Indonesia. Proses belajar mengajar di sekolah dihentikan sementara dan siswa-siswi dihimbau Belajar dari Rumah (BdR).
Di kecamatan Ruteng Kabupaten Manggarai, Provinsi NTT, pembelajaran daring belum bisa dilakukan disebabkan siswa tidak memiliki android dan biaya pembelian pulsa yang mahal. Guru melakukan BdR dengan mengunjungi rumah-rumah siswa untuk memberikan tugas dan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan. Kesulitannya, siswa tidak mendapatkan ulasan materi dan komunikasi menjadi jarang dilakukan. Â
Pada Penilaian Akhir Sekolah (PAS) semester dua tanggal 8-13 Juni 2020, saya bersama para guru dan kepala sekolah, mengunjungi rumah siswa untuk memantau pelaksanaan PAS. Di Kampung Purek, kami bertemu dengan Anselma Abdinda Gongsari (Selma), siswa kelas tiga SDN Purek.Â
Selma adalah anak ketiga dari Bapak Agustinus Sanggur dan Ibu Yustina Namur. Rumah Selma terletak di tengah-tengah kampung Purek. Jalan hotmik depan rumahnya menghubungkan Cancar Ibu kota kecamatan Ruteng sekitar satu km jaraknya dan sekitar dua puluh kilometer dari ibu kota Kabupaten Manggarai. Ayah dan ibu Selma bekerja sebagai buruh tani dengan upah sangat minim. Â
Ketika kami berkunjung, Selma sedang mengerjakan tugas Penilaian Akhir Semester (PAS) dari gurunya. Betapa sedih hati kami melihat rumah Selma hanya berukuran 5x6m, berdinding bambu dan berlantai tanah. Kamarnya hanya satu juga tembus pandang seperti dindingya. Sungguh  memprihatinkan.Â
Meski demikian, Selma yang bercita-cita menjadi guru ini tidak merasa takut dan minder berhadapan dengan kami. Ibunya bercerita, meskipun di sekolah prestasi Selma biasa-biasa saja, tetapi di rumah dia sangat mandiri juga sederhana. Â Jarang sekali meminta uang jajan dan bermain seperti anak-anak lainnya. Selama pelaksanaan BdR, dia benar-benar memanfaatkan waktu dengan baik. Selain belajar dan mengerjakan tugas dari guru, Selma membantu ibunya menimba air, mencari kayu bakar, dan bersih-bersih rumah.
Ini hanya secuil kisah kehidupan siswa kita yang kebetulan dialami Selma. Masih banyak Selma-Selma lain di Indonesia yang sebagian besar tinggal di desa. Cerita di atas ingin menggambarkan hubungan antara kondisi sehari-hari siswa di rumah dengan kompetensi yang seharusnya dicapai dalam pembelajaran. Cerita ini juga menjadi bahan refleksi bagi guru dalam mencari solusi terbaik dalam melakukan BdR.
Bobbi DePorter dalam bukunya "Quantum Learning" ditulis oleh Munif Chatib, Edisi Baru, cetakan 1 November 2015 Penerbit Kaifa Bandung halaman 65 menyatakan bahwa: "Jika anda bekerja di lingkungan yang ditata dengan baik, maka lebih mudahlah untuk mengembangkan dan mempertahankan sikap juara. Dan sikap juara akan menghasilkan pelajar yang lebih berhasil".
Melihat kondisi yang dialami Selma, mungkinkah dapat mencetak pelajar yang berhasil? Bagaimana sebaiknya yang dilakukan guru, siswa, dan orangtua ?
Kegiatan BdR secara luar jaringan (luring) maupun daring akan terus berlanjut memasuki tahun ajaran 2020/2021 sebab Mendikbud telah menegaskan, pembelajaran tatap muka hanya yang berada di zona hijau dengan berbagai syarat yang harus dipenuhi.