Mohon tunggu...
Fransiskus Allo
Fransiskus Allo Mohon Tunggu... Politisi - Aktifis Pemuda Katolik, . Saat ini menjadi Ketua Bidang Politik dan Kaderisasi Pemuda Katolik Komcab Tana Toraja, Ketua Organisasi dan Kaderisasi KNPI Tana Toraja

Lahir di Tanatoraja, Orang Toraja sekaligus Orang Indonesia yang mencintai Indonesia. Belajar dari Alam dan terdidik oleh pengalaman hidup yang terus berjalan hingga suatu saat akan berakhir pada WaktuNya.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Mempertaruhkan Idealisme dan Intelektualitas

25 Agustus 2014   00:00 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:40 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menarik sekaligus membingungkan komentar para pengamat yang saban hari nongkrong di media baik itu media cetak,media Televisi pun media Online yang setiap hari tampil diberbagai top sohw,wawancara dll. Ada fenomena yang muncul terutama saat proses kampanye Pilpres maupun saat pilpres selesai,fenomena yang muncul itu dapat kita bagai dalam dua kategori, pengamat yang Netral dan rasional dan pengamat yang Partisan. Menarik disimak pendapat dan komentar yang mereka sampaikan yang jika kita cermati terkadang membuat kita yang masi memiliki otak yang masih waras merasa gemas,tertawa bahkan kadang2 emosional.Hebatnya para pengamat ini hadir dari berbagai disiplin ilmu dengan pendidikan rata-rata adalah doktor S3 bahkan ada yang Frofesor,ada pengamat Hukum,pengamat Politik,pengamat ekonomi,bahkan ada pengamat prilaku yang populer disebut gestur. Para pengamat ini bertebaran diberbagai media berkicau mengemukakan pendapatnya sesuai dengan topikyang sedang hangat dibicarakan.terutama akhir-akhir ini menyangkut sidang sengketa PHPU pilpres ,yang baru-baru ini sudah diputus oleh MK.

Mungkin yang membuat kita bingung adalah bagaimana bisa seorang pakar dalam disiplin ilmu yang sama bisa memiliki pendapat yang sangat tajam.sebutlah contoh pengamat hukum tata negara bapak Rafly Harun dengan Margaritho Kamis memilik argumen yang sangat bertentangan pada satu objek hukum yang sama yakni sengketa PHPU pilpres 2014 dengan Ilmu yang sama? Jika yang berbeda adalah para praktisi atau Lawyer itu bisa dipahami karena ada kepentingan klien disana yang mereka belah. Namun demikian ketika yang berbicara adalah pakar atau ilmuwan dimana ada standar dan ilmu yang harus menjadi patokan untuk menilai sesuatu apakah benar atau tidak? Jika kemudian terjadi perbedaan pengamatan maka bisa ditarik kesimpulan pasti ada pengamat yang benar dan ada yang keliru.dua-duanya benar tidak mungkin.

Disinilah letak seorang ilmuwan harus mempertaruhkan kredibilitasnya sebagai seorang pakar.Menarik melihat dan mendengar mereka berbicara didepan kamera seolah-olah apa yang mereka katakan adalah sebua kebenaran namun jika kita teliti dengan seksama apa yang mereka katakan, point yang mereka sampaikan sama sekali jauh dari nilai kebenaran bahkan membingungkan, Salah satu contoh komentar seorang ahli yang menyatakan bahwa sekecil apapun pelanggaran dalam proses Pilpres itu akan mencemari seluruh proses yang ada sehingga pemilu menjadi tidak kredibel bahkan dikatakan inskonstitusional,ini diibaratkan nila setitik rusak susu sebelangah” apakah ini pernyataan rasional? Dengan mudah dapat kita baca bahwa pernyataan seperti ini bukanlah pernyataan seorang pakar atau ahli tetapi pendapat pakar yang sangat partisan,logika yang dipakai adalah logika mengada-ada, dan bermaksud mendelegetimasi seluruh proses yang ada, yang menuntut kesempurnaan,sejauh yang kita ketahui dinegara dengan sistem demokrasi dan pemiluh yang sudah matang sekalipun tetap kita temukan adanya pelanggaran dalam proses pemilu yang mereka selenggarakan artinya tidak ada pemilu yang sempurna,akan tetapi pelanggaran itu tidaklah membuat pemilu kemudian menjadi inkonstitusional,Karena Kesempurnaan adalah milik Tuhan.

Dalam sidang di MK dalam sengketa PHPU Pilpres didengarkan beberapa keterangan ahli menyangkut DPK (daftar pemilih khusus) DPKTB (daftar Pemilih khusus Tambahan).Pendapat para ahli sangat bertolak belakang.Dalam keterangan ahli dari pihak pemohon yang disampaikan oleh Margarito Kamis,Said Salahudin,Irman Putera Sidindll mereka menyatakan bahwa DPK dan DPKTB ilegal atau inskonstitusional karena tidak dikenal dalam undang-undang pemilu,bahwa DPK dan DPKTB adalah aturan yang dibuat KPU oleh karena ketidak mampuan KPU memastikan semua warganegara yang memiliki hak pilih masuk dalam DPT,Karena DPK dan DPKTB ilegal maka proses pemiluh dianggap cacat dan tidak kredibel,atau inkonstitusional election menurut Margaritho Kamis,Lain halnya dengan Frof. Yusril yang tidak mempersoalkan DPK dan DPKTB Dia mengatakan adanya DPK dan DPKTb mengacu pada Putusan MK 102/2009 yang tidak pernah dicabut oleh KPU dan tidak pernah dibatalkan oleh MK.

Keterangan Ahli dari pihak termohon yang diwakili oleh Frof, Saldi Isra, Haryono(mantan Hakim MK) dll pada pokoknya menyatakan bahwa DPTB dan DPKTB tidak melanggar undang-undang karena aturan tersebut justru dibuat untuk memastikan hak konstitusiwarga negara terlindungi yakni hak untuk memilih, bahwa kepastian seluruh warga negara masuk dalam DPT bukanlah tanggung jawab KPU semata akan tetapi tanggung jawab negara dalam menyajikan administrasi kependudukan yang akurat.Bahwa pemilih dalam DPTB dan DPKTB dapat memilih dengan syarat yang telah ditetapkan KPU untuk menghindari penjoblosan lebih dari satu kali,yakni menjoblos satu jam sebelum TPS ditutup.

Menarik sekaligus membingungkanketerangan parah ahli di atas,mana yang benar dan mana yang keliru tergantung dari sudut pandang masing2 pihak,namun yang pasti Putusan MK tanggal 21 agustus2014 setidaknya memberikan titik pencerahan, pendapat mana yang benar dan mana yang keliru,dalam amar Putusannya MKmenolak seluruh gugatan Pemohon dengan mengenyampingkan keterangan/dalil, baik yang disampaikan para lawyers,saksi maupun Ahli dari pihak pemohon,artinya dimata sembilan Hakim MK keterangan ahli dari pihak pemohon tidak memiliki nilai dan landasan hukum yang tepat sehingga harus dikesampingkan. Sebaliknya Parah hakim MK banyak mengutip,mempertimbangkan keterangan ahli dari pihak termohon sehinggaMK sampai pada satu kongklusi menolak permohonan pemohon seluruhnya.

Putusan MK yang final dan mengikat ini setidaknya memberi pelajaran kepada parah ahli untuk berhati-hati menyampaikan komentar dan pendapatnya karena yang dipertaruhkan adalah kredibilitas dan idealisme para pakar tersebut. Bahwa setiap pendapat seharusnya dilandasi oleh kejujuran serta ketulusan dan obyjektifitas yang kuat serta tidak terpengaruh oleh kepentingan apapun.

Untuk media TV, online,cetak dll agar berhati-hati memilih nara sumber dan para pakar yang tepat,karena merupakan tanggungjawab media untuk memberikan informasih yang akurat serta pendidikan politik, hukum yang benar kepada publik. Dan yang terakhir bagi kita yang berada diruang publik agar selektif dalam memilih dan memilah pendapat para pakar, mana pendapat yang partisan dan mana pendapat yang benar berdasarkan standar ilmu dan kepakaran seseorang, yang penuh dengan kejujuran dan objektifitas yang kuat. Semoga

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun