Lansia merupakan bagian fase akhir kehidupan manusia, yang setiap individu yang berumur pasti akan melewati fase ini, dengan semakin bertambahnya usia maka seluruh fungsi organ tubuh telah mencapai puncak maksimal sehingga yang terjadi fase sekarang adalah penurunan fungsi organ (Boy, 2019). Lansia merupakan seorang individu yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas, menua bukanlah suatu penyakit tetapi proses yang berangsur -- angsur yang mengakibatkan perubahan kumulatif, yaitu proses menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh (Nurhidayati et al., 2021).
Menurut Kemenkes Republik Indonesia, peningkatan jumlah lansia yang terjadi di Indonesia sebesar 265 juta jiwa (9,05 %), jumlah lansia di Bengkulu pada tahun 2018 sebesar 141.825 jiwa dengan rincian 71.590 laki -- laki dan 70.235 perempuan (Yustisia et al., 2021).Â
Berdasarkan data statistik tahun 2019, persentase lansia di Indonesia sebesar 25,64 juta orang (9,6%) dengan angka kesakitan mencapai 26,2 % meningkat dari tahun sebelunya(Safira et al., 2021). Peningkatan populasi lansia dapat mengubah masalah kesehatan dan akibat adanya penurunan produktivitas terhadap organ tubuh serta terjadinya masalah nutrisi pada lansia (Yustisia et al., 2021).
Malnutrisi merupakan suatu keadaan kekurangan, kelebihan atau ketidakseimbangan dari energi, protein dan nutrisi lain yang berdampak buruk pada bentuk tubuh, fungsi tubuh dan klinik. Pada lansia masalah yang sering terjadi yaitu kekurangan gizi atau gizi kurang, khususnya malnutrisi pada protein dan energi.Â
Dengan keadaan malnutrisi dimana kebutuhan asupan yang tidak memenuhi kebutuhan akan mengakibatkan pada kelainan metabolik, fisiologis, penurunan fungsi organ atau jaringan dan hilangnya massa tubuh (Sari & Septiani, 2019). Malnutrisi bisa terjadi karena melalui proses berkesinambungan yang diawali dengan asupan nutrisi yang tidak adekuat dan bila makin berat dapat diikuti perubahan metabolise dan komposisi tubuh yang ditandai dengan penurunan nilai antropometri dan biokimiawi (Sari & Septiani, 2019).
Malnutrisi disebabkan oleh beberapa faktor seperti perubahan dalam tubuh secara fisik dan fisiologis sebagai bagian dari penuaan, faktor psikologis dan lingkungan, pendapatan dan aksesibilitas makanan dan lainnya (Nurdhahri et al., 2020).Â
Menurut Rahman et al., (2021) ada banyak faktor yang berpengaruh terhada status nutrisi lansia, diantaranya yaitu jenis kelamin, status pernikahan, pendidikan, pengeluaran keluarga, status kesehatan mental, kualitas kesehatan mulut, penyakit komorbid dan perilaku makan menjadi penentu status nutrisi pada lansia, selain itu ada beberapa faktor eksternal yang berkontribusi dalam penentuan status nutrisi lansia seperti pendidikan, faktor ekonomi, dan aksebilitas terhadap makanan (S R Dewi et al., 2022).
Menurut (Akbar & Eatall, 2020) faktor yang mempengaruhi malnutrisi adalah penurunan nafsu makan, penurunan rasa dan bau, status kondisi kesehatan gigi dan mulut, disfagia, depresi, dan kondisi psikologis. Lansia selalu beresiko terhadap malnutrisi karena adanya proses penurunan asupan makanan akibat perubahan fungsi usus, inefektifitas, metabolisme, kegagalan homeostasis dan defek nutrient (Sofia Rhosma Dewi, 2019).Â
Dampak dari malnutrisi akan menyebabkan kelemahan, penurunan aktifitas, peningkatan keparahan penyakit, dan dihubungkan dengan perburukan prognosis penyakit. Karena melihat dampak buruk dari malnutrisi terhadap lansia makan perlu dilakukan tindakan sehingga masalah yang terjadi pada lansia teratasi dan lansia dapat hidup dengan sehat serta dukungan keluarga dalam pemenuhan gizi yang seimbang pada lansia sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas hidup (Hidayat & Usman, 2020).
Referensi
Akbar, F., & Eatall, K. (2020). Elderly Nutrition in Banua Baru Village. Jiksh, 11(1), 1--7. https://doi.org/10.35816/jiskh.v10i2.193
Boy, E. (2019). Prevalensi Malnutrisi Pada Lansia Dengan Pengukuran Mini Nutritional Asessment (Mna) Di Puskesmas. Herb-Medicine Journal, 2(1), 5--9. https://doi.org/10.30595/hmj.v2i1.3583