Dari artikel yang sudah baca diatas. Keadaan  bumi sedang tidak baik baik saja dari dimulai dari awal tahun yang lalu yang sedang parah parahnya. Yang di awali dengan berbagai peristiwa duka ditengah wabah covid-19 yang terus menjangkiti Indonesia.Â
Bencana alam pertama yang terjadi diawal tahun 2021 ialah longsor disemarang, banjir dikalimantan, gempa disulawasi barat, dan banjir dan longsor di manado dan terakhir yaitu gunung Meletus di jawa timur. Berita bencana alam kita dengar dengan secara beruntun ditahun yang sama yang membuat kita semakin takut dan harus terus berjaga untuk siap siap atas bencana yang akan terjadi kedepannya.
Terlihat sekali ketidaksiapan warga menghadapi bencana erupsi Gunung Semeru yang selama ini menjadi ikon penting wisata yang banyak dikunjungi baik luar negeri. Dan juga kita harus menganalisis dari sisi Kejadian Risiko, Konteks Risiko, Risk Owner, Identifikasi Risiko, Analisis Risiko dan Perlakukan Risiko yang dalam peristiwa gunung Meletus disemeru ini dan dari hasil yang ada yaitu:Â
Kejadian Risiko: Â Risiko dasar bersifat catastrophic yang menjelaskan suatu peristiwa di mana disebabkan dan ditimbulkan oleh alam yang tergolong skala besar di mana peristiwa ini jarang terjadi, tetapi apabila terjadi kerugian yang akan ditimbulkannya sangatlah besar. Bencana alam, gempa bumi, gelombang tsunami, bahkan angin topan merupakan contoh tentang catastrophic ini.
Konteks Risiko: Menurut data PVMBG, aktivitas Gunung Semeru berada di kawah Jonggring Seloko.Kawah ini berada di sisi tenggara puncak Mahameru. Sedangkan karakter letusannya, Gunung Semeru ini bertipe vulkanian dan strombolian yang terjadi 3 -- 4 kali setiap jam. Karakter letusan vulkanian berupa letusan eksplosif yang dapat menghancurkan kubah dan lidah lava yang telah terbentuk sebelumnya. Sementara, karakter letusan strombolian biasanya terjadi pembentukan kawan dan lidah lava baru.Â
Risk owner: warga setempat yang akibat semburan guguran asap tebal awan panas dan diikuti banjir yang menghancurkan apa saja yang dilewatinya di desa-desa, ternak, tanah pertanian dan perkebunan bahkan merendam puluhan rumah warga tanpa ampun.Â
Dampak Kualitatif: menelan korban jiwa 14 warga meninggal dan sekitar 98 terluka
Dampak Positif : Menjadikan budaya risiko menjadi kebutuhan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi untuk dijadikan gerakan dan menyatu dengan aktifitas pembangunan di segala bidang kehidupan. Kalau tidak, maka hidup akan menjadi kesia-siaan belaka, sebab bukan saja harta benda yang hancur ketika bencana datang, tetapi jiwa akan melayang tiada arti.
Menjaga bumi dan seisinya adalah tugas kita agar bumi ini menjadi maju dan tetap lestari karena itu merupakan pemberian Tuhan Yang Maha Esa. Dan oleh karenanya, harusnya setiap orang memiliki kesadaran, pengetahuan dan bahkan budaya risiko yang semakin meningkat dari waktu ke waktu sejalan dengan dinamika dan kemajuan pembangunan yang dicapai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H