Mohon tunggu...
Fransiscus Widiyatmoko
Fransiscus Widiyatmoko Mohon Tunggu... karyawan swasta -

... berjuang untuk MEMANUSIAKAN KEMBALI KEMANUSIAAN MANUSIA INDONESIA ... yang telah luluh lantak akibat terpeliharanya watak TAMAK dan EGOIS yang ditabur sejak tahun 1966 ...

Selanjutnya

Tutup

Catatan

ATHEIS INDONESIA ... INKONSTITUSIONALKAH?

2 Oktober 2011   04:52 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:25 858
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejarah agama-agama yang sekarang hidup di Indonesia sejatinya adalah proses inkulturasi (atau akulturasi?) budaya pemahaman keberadaan manusia dengan alam sekitarnya --yang mula-mula hidup dan dihidupi oleh manusia-manusia yang saat ini bernaung dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia- denganbudaya pemahaman keberadaan manusia dengan alam sekitarnya dari para pendatang. Jika dirunut dari sejarah nusantara, aliran kepercayaan Hindu adalah aliran kepercayaan tertua yang pertama kali dianut oleh sebagian besar masyarakat nusantara sebelum deklarasi Agustus 1945. Kepercayaan Hindu ini sendiri tidak lahir di bumi Nusantara, tetapi dibawa oleh para penganutnya pada masa perdagangan internasional klasik terjadi di bumi nusantara.

Menyusul kemudian aliran kepercayaan Budha. Justru di bumi Nusantara ini terjadi asimilasi antara kepercayaan Hindu dan Budha. Secara sederhana dapat saya katakan bahwa pertemuan epos Mahabarata dengan epos Ramayana hanya ditemukan dalam khasanah epos Mahabarata dan Ramayana yang hidup di bumi nusantara. Pada masanya, kerajaan-kerajaan penganut dua aliran kepercayaan tersebut pernah menjadi kekuasaan yang besar pengaruhnya dan memiiki dampak besar pada perkembangan aliran kepercayaan pada kerajaan-kerajaan disekitarnya yang berhasil ditaklukkan maupun yang menjalin hubungan kerjasama pendidikan dan perdagangan.

Pada awal abad ke 13 atau ke 14, pengaruh ajaran agama Islam masuk ke bumi Nusantara dengan bukti kemashuran Kerajaan Samudra Pasai yang lokasinya pada masa itu di kota Sabang (saat ini ada dalam wilayah hukum propinsi Daerah Istimewa Aceh). Pengaruh yang berasal dari hubungan perdagangan dengan pedagang dari Gujarat kemudian berkembang mempengaruhi prilaku hidup masyarakat Swarnadwipa hingga Yawadwipa. Di tanah Jawa sendiri Islam berkembang setelah keruntuhan Majapahit dengan berdirinya kesultanan Demak.

Pada abad ke 15 melalui proyek kolonialisasi Portugis, ajaran agama Kristen dan Katholik pun masuk ke bumi nusantara melalui kerajaan-kerajaan yang pernah ada di daerah Iramasuka (Irian, Maluku, Sulawesi, dan Kalimantan). Berbeda dengan tiga agama besar yang masuk melalui proses hubungan dagang dan pendidikan, dua agama terakhir masuk dengan jalan keras yaitu melalui proses penaklukan dan pengkolonisasian daerah-daerah yang dianeksasi.

Jadi agama-agama besar yang ada di Indonesia sepenuhnya adalah agama impor ... yaitu agama yang ada bukan karena proses perkembangan pemahaman manusia atas keberadaan diri dan alam sekitarnya, tetapi karena keterpengaruhan dengan dunia luar. Kepercayaan asali yang sejatinya hidup di bumi nusantara adalah aliran kepercayaan Animisme dan Dinamisme.

Merujuk pada latar sejarah kehadiran agama-agama di Indonesia, saya yakin seyakin-yakinnya bahwa Bapak Soekarno pada saat menuangkan gagasannya tentang Pancasila dengan silanya yang pertama berbicara tentang Ketuhanan Yang Mahaesa tidak dimaksudkan untuk menisbikan atau mengingkari adanya kelompok masyarakat yang memilih untuk tidak mempercayai keberadaan Tuhan (Atheis) maupun kelompok masyarakat yang memilih untuk tidak mempercayai Agama (Agnostik). Artinya saya hendak mengatakan bahwa keberadaan masyarakat Atheis dan Agnostik di Indonesia masih diakomodasi oleh dasar falsafah Pancasila yang telah menjadi konsensus nasional.

SEKEDAR ANJURAN

Seringkali kita gagap manakala mengetahui bahwa ada begitu banyak perbedaan yang ada dan hidup di sekitar kita. Kadangkala, karena kegagapan dan keterkejutan, kita menanggapinya secara reaktif dan curiga serta merasa terancam dengan realitas perbedaan yang nyata ada. Namun hendaknya kita juga perlu menyadari bahwa perbedaan yang ada sejatinya merupakan kekayaan yang kita miliki sebagai sebuah komunitas besar bernama bangsa Indonesia yang jika secara arif kita sikapi, perbedaan yang ada bukan menjadi sebuah ancaman, tetapi menjadi sebuah peluang bagi proses pendewasaan perikehidupan berbangsa dan bernegara. Sejarah selalu membuktikan bahwa keruntuhan sebuah peradaban adalah terutama karena kegagalan masyarakat ... yang hidup dalam peradaban tersebut... dalam menyikapi perbedaan yang ada, sementara kejayaan sebuah peradaban selalu diinisiasi dari kemampuan masyarakat yang hidup dalam peradaban tersebut mampu menyikapi setiap perbedaan secara bijak. [FW]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun