Dari penelusuran ini, manusia pernah mengalami satu masa dimana manusia mempercayai pada beragam zat penentu kehidupan yang jamak. Jadi jika kita setia menelisik pada perjalanan peradaban manusia dalam proses memahami keberadaan dan peran penting yang menjadi tanggungjawab keberadaannya di dunia, dapat lah kita simpulkan bahwa kepercayaan pada zat tunggal penentu segala macam bentuk kehidupan dan keberadaan benda-benda di dunia ini bukanlah menjadi satu-satunya pengakuan yang pernah ada. Lalu kapan kah manusia mengakui hanya ada satu zat tunggal yang mengatur segala-galanya itu?
Mungkin dengan mempelajari sejarah bangsa Israel dapatlah kita menemukan asal muasal manusia mengakui keberadaan zat tunggal yang menguasai segalanya. Sejarah bangsa Israel dengan kepercayaan terhadap zat tunggal tadi dapat dijumpai dalam masa Kitab Zabur menjadi pedoman bangsa Israel dalam memandang dunia dan keberadaan manusia di dunia. Itu saja nampaknya hanya dianut oleh satu keluarga besar (wangsa) yang ditokohi oleh Abraham --dalam tradisi masyarakat Nasrani- atau Ibrahim --dalam tradisi masyarakat Muslim. Pada masanya, masyarakat penganut Kitab Zabur juga bersinggungan dengan komunitas-komunitas lain yang mempercayai lebih dari satu zat penentu kehidupan. Begitupun pada turunannya kemudian pada masa kitab Taurat - Injil - hingga turunnya Al-Quran di tengah-tengah umat manusia.
Berbeda dari yang ada di daerah Timur Tengah, di daratan Asia, tepatnya India, lahir pula satu aliran kepercayaan yang mempercayai bahwa sejatinya manusia dan alam adalah satu kesatuan tak terpisahkan. Keterpisahan terjadi karena memang harus ada karma yang mutlak dipenuhi sebelum kemudian manusia menyatu kembali dengan alam. Ajaran ini dikemukakan oleh Sidharta Gautama, seorang pangeran yang kemudian lebih memilih jalan hidup sebagai seorang pemikir dan pelaku tapa brata, yang kemudian memperkenalkan dirinya sebagai Sang Budha. Dalam ajaran ini, manusia dapat mencapai tahap tertinggi dari kehidupan sehingga jiwa dan jasadnya dapat menyatu dengan Sang hidup ... istilah yang digunakannya adalah Moksha, yaitu (kurang lebih saya pahami sebagai) bersatunya alam dan kehidupan dengan diri manusia.
Menarik! Tentu saja ... mempelajari kelahiran agama-agama yang ada didunia dan mendekatkannya dengan tingkat peradaban manusia pada jaman di masa agama-agama itu awal mula diajarkan/dikenalkan/diturunkan. Sampai disini ... jadi esensi agama sebagai sebuah alat (berupa lembaga dan pokok-pokok aturan yang ada didalamnya) untuk membantu manusia menemukan kesejatian diri (asal muasal dan peran penting yang wajib dituntaskannya dalam proses mengada di dunia) dapat ditemukan dalam agama-agama yang pernah dan masih hidup dan berkembang saat ini.
Sampai disini ... bagaimana kaitannya dengan masyarakat Atheis? Apakah agama secara otomatis mensyaratkan kehadiran Tuhan?
Menarik pula mencermati bagaimana manusia kemudian mengkonsepkan Tuhan. Tidak dapat ditolak kenyataan bahwa pembahasaan Sang Pemilik dan Pengatur kehidupan sebagai Tuhan sudah tentu berawal dari gagasan seorang atau beberapa orang yang disampaikan (umumnya diawali) secara lisan kepada orang lain yang kemudian menyetujui dan secara sukarela menganut/mengikuti gagasan/ide tentang Tuhan. Penamaan Tuhan pun bisa beragam mulai dari God-god, Tuhan, Sang Hyang Widhi, sampai pada Allah. Keseragamannya terletak pada pemahaman bahwa entitas yang dilabeli Tuhan ini memiliki sifat adidaya (Maha), pemilik dan pengatur kehidupan, sebab utama yang tidak disebabkan (Causa Prima).
Dari cara pandang yang lain ... bagaimana jika ada manusia yang tidak mempercayai konsep-konsep ini? konsep agama dan konsep tuhan?
Jika kita mempercayai bahwa sejarah peradaban manusia adalah proses dialektis yang tidak pernah berhenti bergerak seturut perkembangan pemahaman manusia sesuai perkembangan peradabannya, maka saya yakin bahwa ada satu masa di masa yang sangat lalu manusia tidak memiliki pemahaman apapun tentang konsep agama dan konsep tuhan (karena memang belum ada yang mengkonsepkannya baik secara lisan maupun tulisan). Artinya bolehlah saya mengatakan bahwa ada satu masa manusia pernah tidak mempercayai agama dan Tuhan.
Ini artinya saya mau mengatakan bahwa ketidak-percayaan manusia pada keberadaan Tuhan lebih dulu ada sebelum munculnya atau lahirnya kepercayaan kepada Tuhan. Tentu saja pendapat ini boleh dibantah karena saya mengandalkan alur berpikir dialektis dan mengkaitkan dengan realitas temuan arkeologi yang ada (dan pernah saya baca). Jadi saya berpendapat bahwa ketidakpercayaan manusia modern saat ini terhadap keberadaan Tuhan adalah model "kepercayaan" yang lebih tua dari pada kepercayaan manusia kepada Tuhan.
Lalu ... bagaimana kaitannya dengan kehadiran atau keberadaan sekelompok manusia yang tidak percaya pada keberadaan Tuhan di bumi Indonesia?
INDONESIA DAN ALIRAN KEPERCAYAAN (TERMASUK AGAMA)