Jenderal Sudirman, atau Raden Soedirman, lahir di Purbalingga pada 24 Januari 1916, dan meninggal dunia pada usia muda, 34 tahun, di Magelang pada 29 Januari 1950. Dibesarkan oleh pamannya, seorang priyayi, ia sepenuh hati mendedikasikan hidupnya untuk perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Sebagai seorang pemuda, aktif bergabung dengan Gerakan Pemuda Indonesia, Jenderal Sudirman memainkan peran penting dalam kegiatan pergerakan. Pada tahun 1945, saat perang kemerdekaan pecah, beliau menjadi salah satu tokoh paling berpengaruh, pemimpin gerilyawan melawan tentara penjajah. Ketegasan, keberanian, dan kedisiplinannya mengundang penghormatan serta menginspirasi banyak pihak.
Jenderal Sudirman memiliki peran krusial dalam perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia. Awal perjalanan karirnya dimulai ketika ia ditunjuk sebagai kader dalam pelatihan Pembela Tanah Air (PETA), organisasi militer yang penting dalam perlawanan terhadap penjajahan. Setelah menjalani pelatihan, beliau menjabat sebagai komandan batalyon di Banyumas.
Puncak perannya yang krusial terjadi saat ia diangkat sebagai Panglima Besar Tentara Nasional Indonesia (Panglima TNI) pada tahun 1949. Di bawah kepemimpinannya, TNI terorganisir dengan baik dan berhasil mengusir penjajah dari wilayah Indonesia. Jenderal Sudirman mampu menyatukan elemen bangsa Indonesia dari beragam latar belakang budaya, agama, dan etnis dalam perjuangan merebut kemerdekaan.
Perjanjian Roem Royen merupakan salah satu dari cara perjuangan guna mempertahankan kemerdekaannya melalui strategi diplomasi sehingga kekuasaan pemerintahan Republik Indonesia kembali lagi ke Yogyakarta.
Setelah presiden kembali lagi ke Yogyakarta, Jenderal Sudirman pun diminta untuk kembali juga ke Yogyakarta, tapi ia menolak.
Atas penolakan tersebut, pihak pemerintah meminta bantuan Kolonel Gatot Subroto, yang pada waktu itu menjabat sebagai Panglima Divisi XI yang memiliki hubungan baik dengan Jenderal Soedirman.
Gatot mengirim surat yang bertujuan untuk membujuk Jenderal Sudirman agar mau kembali lagi ke Yogyakarta. Pada 10 Juli 1949, dengan berbagai pertimbangan dan maksud untuk menghargai Gatot, Jenderal Sudirman bersama pasukannya bersedia kembali lagi ke Yogyakarta.
Mulai sejak itu, Jenderal Sudirman kembali bersama pasukannya dan menetap di Yogyakarta tetapi penyakitnya kambuh kembali.
Pada 29 Januari 1950, Jenderal Sudirman meninggal dunia di Magelang dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta. Ia meninggal di usia 34 tahun dan dinobatkan sebagai Pahlawan Pembela Kemerdekaan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H