Mohon tunggu...
Fransisca Putri
Fransisca Putri Mohon Tunggu... Penulis - Universitas Sebelas Maret

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Rayuan Syukur Seruan Asa

12 Desember 2024   13:00 Diperbarui: 12 Desember 2024   13:36 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Omongo nduk” *bicaralah nak

Entah aku yang gampang terlarut dalam kedukaan ini atau apa, seperti aku sedang bertemu sosok yang penyayang dan baik budi pekertinya.

“Mbah Jum, Hayati baru pertama kali menjumpai Mbah. Namun rasanya sudah sangat lama perkenalan kita. (ku tersenyum dan dibalas senyum pula olehnya)

“Pertanyaan Hayati cukup mudah Mbah, mengapa Mbah begitu yakin jika Allah akan menjadi penolong bagi Mbah? Bukankah Dia telah mengambil semua yang Mbah punya, Mbah hidup sebatang kara dengan keadaan cacat yang pastinya itu berat. Maaf Mbah bukan maksud Hayati menyinggung perasaan Mbah Jum. Saat Hayati mendengar lantunan doa Mbah, tak terselip rasa kesedihan maupun kepedihan atas takdir yang telah Allah tetapkan. Mengapa Mbah demikian, apakah seyakin itu Mbah Jum atas pengharapan pada-Nya?”

Tampak raut Mbah Jum berubah. Namun, kembali seperti semula. Hanya ada keteduhan saat dipandangnya

“Nduk cah ayu, wong urip iku dasare diciptakne kanggo nyembah Gusti Allah Kang Luhur. Mbah iku amung salah sijine ciptaane Gusti Allah sing lemah. Opo sing mbah goleki yo iku sing Allah nyembadani. Wong urip iku mpun tulis tinulis takdir ning Lauhul Mahfudz, dadi opo sing dadi dasar nyalahke Gusti. Mugo bisa mulyo urip manungsa kang urup” *Nak cantik,orang hidup itu diciptakan dengan dasar untuk menyembah Allah yang Luhur. Mbah hanya salah satu ciptaannya Allah yang lemah. Apa saja yang Mbah cari yaitu yang Allah ridhai. Orang hidup itu takdirnya sudah ditulis pada Lauhul Mahfudz, jadi apa yang menjadi dasar menyalahkan Allah. Semoga mulia hidup manusia yang beriman. Jawaban Mbah Jum begitu padat namun, makna yang terkandung dalam setiap kalimatnya memiliki kesan sendiri. Begitu hebat malaikat ini untuk memaknai hidup yang begitu getir dan dikungkung kekejaman oleh sesama manusia sendiri.

Ku tanggapi dengan senyuman, entah mulutku terkunci. Tapi ku pastikan aku tengah bahagia saat ini.

“Mbah beli tempe nggih, ini berapa satunya?” pembeli pertama Mbah Jum pada pagi ini.

“Sewu setunggal, nanging nek tumbas 5 ewu dados  enem Bu” *seribu satu, tetapi kalau beli 5 ribu dapat 6 Bu.

“Saya beli 30 ribu nggih Mbah”

“Nggih, Ibu mendhet 36 tempe nipun” *iya, Ibu ambil 36 tempenya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun