Kalau membahas kehidupan mahasiswa perantau di luar pulau atau luar negeri, apalagi yang sudah bertahun-tahun kuliah, pasti tidak lepas dari duka lara. Hidup jauh dari tanah kelahiran dan orang-orang yang dicintai, kok kuat ya?
Tidak terasa, saya pun sudah hampir 4 tahun merantau di Jerman. Pertanyaan yang sering saya dapatkan, "kok betah?"
Jerman terkenal dengan kata "dingin", tidak hanya cuacanya, namun juga makanannya dan orang-orangnya.Â
Seorang teman saya kapok pergi jalan-jalan ke Jerman karena menganggap mereka ketus dan tidak mau berbicara bahasa inggris.
Jadi, kok betah? Satu nasihat yang pernah saya dengar, (walaupun sebenarnya ditujukan pada kehidupan pernikahan, namun menurut saya juga relevan untuk kehidupan perantauan) yaitu: setiap melihat satu kekurangan dari pasangan, lihatlah juga lima kelebihannya. Demikian pula dengan tanah rantau. Â
Saya ingin membahas lima kelebihan kehidupan mahasiswa rantau di Jerman, karena perjalanan studi saya masih panjang.Â
Semoga juga bisa menguatkan teman-teman yang ingin atau sedang merantau ke daerah dingin juga.
1. Kuliah "Gratis"
Pendidikan di Jerman, dari Kindergarten (TK) hingga S3 di universitas pada prinsipnya dibiayai uang pajak. Bahkan untuk S3, kebanyakan orang mendapat gaji dari universitas, jadi statusnya adalah pekerja universitas. Gratis saya beri tanda kutip di sini karena memang berlaku syarat dan ketentuan.
Misalnya, biaya hidup di Jerman tentu lebih tinggi daripada di Indonesia. Di kota kecil seperti Kaiserslautern, 500 euro (sekitar 7.5 juta rupiah) perbulan sudah mencukupi hidup sederhana, tapi di kota besar seperti Berlin jumlahnya bisa 800 euro. Â
120 euro di antaranya adalah biaya wajib asuransi pelajar, yang mencakup berbagai fasilitas Kesehatan, lebih lengkap daripada BPJS tingkat 1. Misalnya, untuk ke dokter gigi, cedera tulang seperti patah atau retak, berbagai macam vaksin termasuk HPV, semua ditanggung.Â