Mohon tunggu...
Fransisca Adilia Tia Sasmita
Fransisca Adilia Tia Sasmita Mohon Tunggu... Mahasiswa - Undergraduate Student of Information and Library Science at Airlangga University

Seorang mahasiswa Universitas Airlangga jurusan Ilmu Informasi dan Perpustakaan. Memiliki ketertarikan dalam bidang jurnalistik.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Laboratorium Remo Surabaya sebagai Bentuk Revitalisasi Pancasila

18 Juni 2024   22:04 Diperbarui: 19 Juni 2024   01:20 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

            Menjadi warga negara Indonesia yang berpegang teguh pada dasar negara kita yaitu pancasila, kita harus menerapkan nilai-nilai yang terkandung didalamnya. Namun, di era sekarang yang biasa disebut era globalisasi ini, nilai-nilai pancasila mulai memudar eksistensinya. Oleh sebab itu, sebagai generasi penerus bangsa kita harus mengupayakan agar pancasila tetap dijunjung sebagai dasar negara di era modern ini. Salah satunya dengan cara merevitalisasi pancasila pada kebudayaan di Indonesia. Nilai-nilai dasar dalam pancasila harus dipahami sebagai satu kesatuan, makna dan fungsi. Dengan membangun kembali nilai-nilai kebudayaan lokal yang sesuai dengan pancasila merupakan salah satu bentuk revitalisasi pancasila pada kebudayaan. Revitalisasi adalah proses menghidupkan kembali sesuatu yang telah meredup. Melalui revitalisasi pancasila sebagai salah satu bentuk kepribadian masyarakat yang menarik, maka peningkatan kualitas sosial akan terwujud, dan karakter masyarakat akan semakin kuat. Salah satu bentuk revitalisasi pancasila adalah melestarikan nilai-nilai kebudayaan, dimulai dari hal yang khusus yaitu seperti kebudayaan daerah setempat. Disini saya mengambil tari remo sebagai objek kajian yang mengandung nilai-nilai sosial budaya.

        Sejarah tari remo yaitu tarian ini berasal dari Jombang Jawa Timur tepatnya di kecamatan Diwek, desa Ceweng. Tari Remo biasa disebut juga ngremo. Tari ini biasanya digunakan untuk penyambutan tamu yang ditampilkan oleh satu orang atau lebih. Asal-usul nama Remo itu merupakan singkatan dari kata Reyoge Cak Mo. Memang tari remo ini diciptakan oleh salah satu seniman asal Jombang yang dikenal sebagai Cak Mo. Dikisahkan bahwa Cak Mo pernah menjadi gemblak dari sebuah grup reog Ponorogo. Gemblak yaitu seorang laki-laki tampan yang tinggal dengan warok (laki-laki gagah dan mempunyai kedudukan penting). Akibat kering yang berkepanjangan (musim kemarau), mau tidak mau ia harus mencari penghasilan tambahan. Beruntungnya Cak Mo pintar menari sehingga ia segera mengenakan pakaian bambu tak ditenun ala jathilan dan berkelana dari desa ke desa. Ia mengambil gerakan warok, jathilan dan tayub serta menyanyikan parikan, lagu balada untuk mendapatkan apresiasi yang lebih baik dari penonton. Berkat tarian ini, akhirnya Cak Mo dan istrinya diajak untuk bergabung dalam pembukaan tim kesenian Ludruk di Surabaya. Dikarenakan tari ini mirip dengan tari Reog Ponorogo, masyarakat banyak yang mengenal dengan sebutan tari Reyoge Cak Mo atau bisa disebut Remo.

             Ciri khas dari tari remo adalah identik dengan tata rias wajah yang bold/tebal, memang tari remo dulunya hanya dimainkan oleh lelaki saja karena tari remo menceritakan mengenai perjuangan seorang pangeran di medan peperangan, sehingga image yang gagah dan maskulin sangat dibutuhkan dalam tarian ini. Seiring berkembangnya zaman, tari remo tidak hanya dimainkan oleh laki-laki saja tetapi sekarang sudah banyak perempuan yang menarikan tari remo. Dulu tari remo sering/hanya digunakan untuk pembuka pertunjukan ludruk saja, namun kini fungsi tari remo berkembang menjadi tari untuk penyambutan tamu, seperti tamu negara atau pejabat. Tidak hanya untuk penyambutan tamu, tari remo juga sering ditampilkan dalam berbagai acara festival seni di daerah dengan tujuan untuk melestarikan budaya Jawa Timur. Tari remo juga memiliki banyak ragam gaya, di antaranya: dari Sidoarjo ada Remo Munali Fattah, dari Jombang ada Remo Bolet, dst. Keunikan-keunikan dari tari remo antara lain yaitu gerakan kaki yang rancak. Gerakan tari remo didukung oleh lonceng pada kaki yang disebut "gongseng", gongseng ini akan berbunyi saat penari menghentakkan kakinya, serta gerakan tangan yang melempar sampur (selendang) ini merupakan ciri khas dari tari remo. Keanekaragaman budaya Indonesia sungguh tak ternilai harganya dan berharga.

             Keanekaragaman budaya Indonesia sungguh tak ternilai harganya. Setiap kebudayaan harus dilestarikan dengan menerapkannya dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Misalnya dengan mempelajari dan menggunakan bahasa daerah masing-masing, mengadopsi adat istiadat, dan sebagainya. Nilai-nilai sosial budaya merupakan nilai-nilai yang dianggap penting oleh masyarakat dalam menciptakan interaksi sosial yang baik, sehingga kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh sekelompok orang menjadi suatu budaya yang tercipta secara tidak sengaja atau disengaja. Dengan kita melestarikan (mempelajari dan mempraktikkan) budaya tari remo sama dengan kita sudah mengintegrasikan salah satu nilai pancasila yaitu cinta tanah air. Terdapat 18 nilai-nilai karakter dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa sesuai dengan Pasal 2 Permendikbud Nomor 20 Tahun 2018. Nilai-nilai karakter tersebut yakni Cinta Tanah Air, Toleransi, Kebangsaan, Religius, Disiplin, Jujur, Demokratis, Kerja Keras, Semangat, Mandiri, Peduli Sosial, Kreatif, Peduli Lingkungan, Tanggung Jawab, Rasa Ingin Tahu, Gemar Membaca, Bersahabat/Komunikatif, Cinta Damai. Nilai-nilai tersebut adalah manifestasi dari 5 nilai utama pancasila, yakni religius, nasionalisme, integritas, kemandirian dan kegotongroyongan.

            Di tengah era modernisasi ini, pastinya tidak sedikit beberapa budaya yang mulai kehilangan eksistensinya, maka dari itu sebagai generasi agent of change perlu untuk mempertahankan eksistensi budaya Indonesia. Cara mempertahankan eksistensi budaya tari remo yaitu tentu saja melestarikannya dengan mempraktikkan di setiap kegiatan, seperti untuk penyambutan tamu, namun tidak hanya itu, di Surabaya terdapat lembaga cagar budaya bernama "Laboratorium Remo Surabaya" yang disingkat menjadi LRS. Laboratorium Remo Surabaya ini bertempat di Jalan Genteng Kali No. 85, Cak Durasim Taman Budaya Surabaya. LRS didirikan pada tanggal 6 Januari 1995, didirikan oleh Dini Ariati atau lebih dikenal dengan Bu Dini. Tujuan dibuatnya sanggar ini adalah menyediakan wadah/ruang untuk mempelajari tari remo secara khusus, serta untuk menarik minat masyarakat pada kegiatan kesenian dengan meningkatkan aktivitas dan kualitas sumber daya manusia dalam rangka pelestarian budaya Indonesia. Agar lebih banyak menciptakan generasi-generasi penari yang berkualitas dan juga memperkenalkan kepada khalayak umum bagaimana cara menarikan tari remo yang baik. Beberapa program kegiatan yang diadakan oleh LRS yang berhubungan dengan mempertahankan eksistensi tari remo, antara lain: melakukan pelatihan rutin yang diikuti oleh anggota (reguler) dan pelatihan non reguler yang dilakukan secara insidental, kemudian mengadakan seminar dan pementasan dalam berbagai acara budaya baik di dalam maupun di luar Surabaya. Kegiatan pembelajaran ini merupakan upaya LRS (Laboratorium Remo Surabaya) dalam membina para generasi muda sebagai manifestasi dalam menjalankan peran pelestarian dan langkah menjaga eksistensi. Dalam mewujudkan upaya mempertahankan eksistensi tari remo LRS berupaya sebagai pengembang, sebagai fasilitator, sebagai motivator, dan sebagai mitra kerjasama. Program-program tersebut dapat diartikan sebagai upaya mempertahankan eksistensi tari remo.

              Berdasarkan kajian tari remo di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa nilai-nilai pancasila yang terkandung dalam tari remo adalah salah satunya cinta tanah air. Karena kita sebagai rakyat Indonesia sudah kewajibannya untuk melestarikan budaya-budaya Indonesia. Melestarikan budaya daerah merupakan bentuk penghormatan dan penghargaan terhadap para leluhur, serta untuk mempertahankan aset budaya dari era globalisasi ini. Budaya juga merupakan identitas bangsa yaitu sebagai pengenal dan ciri khas dari keunikannya itu sendiri. Salah satunya melestarikan budaya tari remo. Banyak sekali cara untuk mempertahankan eksistensi tari remo, salah satunya yaitu berdirinya sanggar "LRS" (Laboratorium Remo Surabaya).


Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun