Filsafat adalah seperangkat pemikiran, pandangan, atau teori yang kompleks yang seringkali praktis tetapi teoretis. Menurut Adib (2010), filsafat selalu melihat kepada akal yang paling dalam, sehingga segala sesuatu dicapai melalui akal yang murni. Dalam ilmu hubungan internasional, kegiatan ilmiah yang ada selalu saling berhubungan dan pengetahuan yang ada terlibat dalam interpretasi fakta yang terjadi di dunia internasional. Ilmu-ilmu lain seperti ekonomi, hukum, sejarah dan filsafat juga mempengaruhi dan membangun ilmu ini. Melalui teori HI yang berbeda dan pendekatan yang berbeda, kita dapat menggunakan filosofi yang dikandungnya, terutama ketika membahas berbagai isu internasional. Sepanjang sejarah, filsafat telah digambarkan sebagai pemikiran yang esensial, mendasar dan radikal. Kemudian muncullah filsafat modern, yang berkembang setelah Abad Pertengahan. Menurut Kant (1929), filsafat modern adalah suatu bentuk kesadaran yang terkait dengan inovasi. Ciri khas kesadaran modernitas adalah subjektivitas, kritik, dan gagasan kemajuan.
Pada saat yang sama, Renaisans dan reformasi gerejawi adalah mesin kebangkitan pemberontakan filosofis modern. Renaisans mengacu pada abad ke-14 hingga ke-18. Periode ini ditandai dengan Renaisans dan perubahan penting dalam seni, sastra, sains, musik, budaya, dan filsafat. Selama periode ini, seni dan sains membuat kemajuan besar. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan kemudian memunculkan metode, penemuan dan penelitian yang mengubah pandangan dunia Eropa. Renaisans meletakkan dasar bagi perkembangan budaya modern, yang gagasannya masih berpengaruh sampai sekarang (Kant 1929). Kemudian, pada abad ke-16, muncullah Reformasi Gereja, yang digambarkan sebagai pemberontakan terhadap praktik kontroversial Gereja Katolik pada masa itu. Pemicunya adalah Martin Luther yang mengkritik penjualan barang atau pengampunan dosa melalui pembayaran dalam bentuk harta duniawi. Martin Luther menyerang praktik ini dengan menulis dan menyebarluaskan 95 tesis. Pecahnya reformasi gereja menyebabkan peningkatan literasi dan perubahan dalam praktik politik sehari-hari.
Saat ini kita bisa melihat kaitannya dengan imperialisme budaya Amerika. Imperialisme berkembang ketika Amerika Serikat mulai memperluas pengaruhnya terutama melalui diplomasi budaya, sehingga menghasilkan budaya global. Berbagai kajian komunikasi internasional mulai menganalisis pengaruh budaya Barat yang mulai meratakan budaya di pinggiran (Van Elteren 2003). Di sisi lain, bagi Amerika Serikat, imperialisme dapat menguntungkan dunia dengan memberikan otoritas moral. Kekaisaran menerima peran intervensi dan penyebarluasan tradisi rakyat Amerika, terutama dalam menyebarkan demokrasi liberal ke seluruh dunia. Globalisasi budaya adalah penjelasan untuk fenomena yang sedang berlangsung. Negara-negara inti tidak bisa lagi memaksa mereka untuk mengkonsumsi budaya mereka di negara lain. Namun kehadiran media massa dapat membantu menyebarkan budaya baru ke seluruh dunia. Budaya Amerika pada akhirnya dapat melampaui batas negara dan hambatan bahasa dan diterima secara lebih universal daripada budaya lainnya.
Efek dari pertumbuhan struktur demografis masyarakat Amerika sangat banyak dan membuatnya lebih mudah untuk menerima pengaruh budaya dari luar. Tidak hanya publik, tetapi juga para imigran Amerika berkontribusi pada munculnya adaptasi budaya asing yang berpengaruh. Contohnya adalah kombinasi genre musik Celtic dan Afrika yang memunculkan genre country yang populer. Budaya tersebut mungkin memiliki karakteristik yang dapat terus berkembang membentuk bentuk-bentuk ekspresi baru (Van Elteren 2003). Proses industri budaya Amerika terlihat jelas melalui inovasi teknologi dan dukungan pemerintah. Dalam hal ini, peran pemerintah menjadi penting untuk mempromosikan ekspor budaya, tidak hanya sebagai sumber perdagangan mata uang, tetapi juga menyebarkan pemahaman, nilai dan praktik yang dapat menguntungkan kapitalisme secara signifikan. Ketertarikan pada pergerakan bebas informasi dan hiburan di seluruh dunia juga dibantu oleh upaya pemerintah AS untuk memperluas industri film dan televisi di berbagai saluran di seluruh dunia. Hal ini menjadikan Amerika Serikat hegemon dan dominan di banyak bidang.
Menurut salah satu pilar filsafat, yaitu ontologi ilmu. Ontologi ilmu didefinisikan sebagai ilmu atau teori tentang hakikat keberadaan (Adib 2010). Ilmu ini berbicara tentang hakikat segala sesuatu untuk menjawab pertanyaan: "Apakah realitas lain itu?" Mengenai implikasi budaya imperialisme dan pilar filsafat ilmu ontologi yaitu imperialisme Amerika menjelaskan secara rinci bagaimana budaya Amerika dapat menyebar. jauh di seluruh dunia dan ada hari ini. Lagu-lagunya menunjukkan pengaruh musik country dan rock'n'roll. Sudah menjadi kiblat berbagai penyanyi dunia untuk menggubah lagu sesuai tema musiknya. Demikian juga, orang punya ide. Menurut Plato, ide manusia adalah tubuh hidup yang dapat berpikir. Ide ini sangat cocok dengan pemikiran rakyat dan pemerintah Amerika, yang ingin menyebarkan imperialisme mereka bukan melalui kekerasan tetapi melalui budaya dan media.
Untuk penjelasan lengkap dan lebih terperinci, teman-teman dapat menonton video penjelasan dengan link dibawah ini:
Referensi
Adib, Mohammad. 2010. Filsafat Ilmu Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kant, Immanuel. 1781. Critique of Pure Reason. German.
Van Elteren, Mel. 2003. “U.S. Cultural Imperialism Today: Only A Chimera?”, SAIS Review, Vol.23, No.2, pp. 168-188.