Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara laki-laki dan perempuan sebagai suami istri yang bertujuan untuk membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah, kekal dunia dan akhirat yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam suatu perkawinan dibutuhkan akad, yang mana akad ini bertujuan untuk menghalalkan kedua orang menjadi ikatan yang sah dan halal. Halal dalam hal ini adalah halal secara agama dan negara.
Mungkin dalam hal ini halal secara gama sudah cukup, namun sebagai warga negara yang baik dan untuk melindungi hak-hak warga negara, pernikahan haruslah halal secara negara agar memiliki kekuatan hukum juga. Untuk itu perlulah dicatatatkan di lembaga yang berwenang. Hal ini akan membawa banyak maslahat bagi kehidupan manusia.
Dalam melaksanakan perkawinan, ada banyak sekali aturan yang harus ditatai oleh warga, dalam hal ini adalah warga secara internal atau dalam pembahasan ini adalah adat. Misalnya, dalam masyarakat Jawa, ada banyak sekali adat atau larangan yang harus dihindari ketika akan melaksanakan sebuah perkawinan. Adat tersebut contohnya adalah adat larangan pernikahan jilu, nglewati segoro getih, siji jejer telu, kebo mbalik kandang, dan masih banyak lagi.
Alasan memilih judul ini adalah untuk menjawab tentang keraguan masyarakat tentang mitos larangan ini. Banyak masyarakat yang rela membatalkan pernikahan demi menghindari hal ini. Namun ada juga yang melanggar larangan ini. Sehingga banyak masyarakat yang bertanya-tanya mengenai hal ini, bagaimana hukumnya secara islam, apakah hal ini diatur dalam islam ataukah tidak. Pernikahan adalah hal yang sakral, maka untuk melaksanakannya harus dengan penuh pertimbangan matang-matang.
Di jawa, adat itu banyak sekali macamnya. Dalam hal menikah saja, ada banyak pantangan yang tidak boleh untuk dilakukan dan harus dihindari. Tidak hanya satu macam saja, namun banyak sekali. Hal ini tentu saja ada mitos yang melatar belakanginya dan dipercaya jika di langgar, maka rumah tangganya tidak akan bahagia dan mendapatkan banyak rintangan.
Untuk itu perlu sekali skripsi ini untuk dikaji guna menjawab pertanyaan masyarakat dan juga saya pribadi yang penasaran akan larangan pernikahan yang sudah menjadi adat dan harus dihindari. Semoga pembahasan ini bisa bermanfaat bagi banyak orang dan menambah wawasan bagi saya pribadi.Â
Mitos larangan perkawinan Nglewati Segoro Getih adalah salah satu mitos yang dipercayai oleh masyarakat Kecamatan Dolopo Kabupaten Madiun. Mitos ini terdiri dari 3 kata dalam bahasa jawa yaitu nglewati, segoro, dan getih. Nglewati berarti melewati. Segoro berarti samudera atau laut. Dan getih yang berarti darah. Maka Nglewati Segoro Getih diartikan sebagai melewati samudera darah.
Mitos ini terjadi jika rumah calon mempelai laki-laki melewati tempat kelahiran orang tua calon mempelai perempuan. Hal tersebut dilarang karena ibarat seperti anak yang melewati darah kelahiran orang tua, melewati ari-ari, leluhur, dan juga melewati sesepuh yang dulu melahirkan orang tuanya. Jika hal ini dilanggar, maka dipercaya dalam sebuah rumah tangga akan terkena bencana. Bencana dalam hal ini adalah meninggal dunianya anggota keluarga dari pasangan perempuan dan juga mengalami berbagai permasalahan dalam mengarungi bahtera rumah tangga.
Sejarah ini lahir karena pada zaman dulu itu banyak saudara-saudara yang meninggal dunia. Setelah diteliti penyebabnya, kebanyakan disebabkan karena anak nyang menikah melewati rumah kelahiran orang tuanya. Dan kejadian ini tidak hanya terjadi sekali atau dua kali. Namun berkali-kali. Dari sini dapat ditarik kesimpulan, bahwa penyebab orang tua meninggal adalah karena pernikahan anaknya. Hal ini dipercayai secara turun-temurun dan akhirnya menjadi adat yang harus dihindari. Untuk batasan dalam mitos ini adalah batas antar desa saja.
Jika dikaitkan dengan 'urf, mitos larangan perkawinan Nglewati Segoro Getih tidak memenuhi diterimanya 'urf sebagai sumber hukum. Karena landasan hukumnya hanya dugaan saja. Tinjauan 'urf terhadap kepatuhan masyarakat tentang mitos larangan perkawinan di Desa Dolopo Kecamatan Dolopo Kabupaten Madiun ialah termasuk dalam 'urf khashs, yakni kepatuhan sebagian masyarakat terhadap perkawinan saja. Dalam hal pertimbangannya, masyarakat lebih mengutamakan adat atau kebiasaan dari pada sisi maslahat atau kebaikannya.
Rencana skipsi yang akan ditulis adalah tentang "Tinjauan Hukum Islam Menurut Perspektif 'Urf Terhadap Pantangan Perkawinan Masyarakat Jawa Pernikahan Jilu (Studi Kasus Pada Masyarakat Desa Tulung Kecamatan Saradan  Kabupaten Madiun)". Pernikahan jilu adalah pernikahan antara anak pertama dan ketiga. Skripsi ini sangat diperlukan banyaknya masyarakat yang bertanya akan hal ini. Yang menjadi kebimbangan adalah ketika ada anak muda yang bertanya kepada orang terdahulu tentang alasan mengapa hal ini dilarang, orang terdahulu tidak bisa memberi alasan yang logis.