" Sepasang mata beradu pandang dalam diam penuh harap, hinga senyum hadir memberikan salam perpisahan. "
Apakah kita akan bertemu? Itu adalah harapanku saat melihatmu berlalu meninggalkan bangku yang kini tampak kosong itu, namun tak benar-benar kosong sebab dalam angan ku kamu masih duduk disitu mengutak-atik leptop sembari melirik-lirik dengan senyum tipis manis yang membuatku halu, malu, karena aku hanya terpaku melihatmu berlalu.Â
Pertemuan singkat itu membuatku seperti pujangga yang ingin bercinta dengan kata-kata sehingga melahirkan bait-bait puisi yang berbaris rapih di atas kertas putih mengikuti pena yang terus menari hingga menemukan tanda titik untuk berhenti. Namun untuk melukiskan rasa kagum, halu, dan malu itu cukup dengan kata "kamu adalah pencuri, pencuri pendang", yang datang membuatku begadang semalam suntuk hanya untuk menulis rasa, karsa, serta menafsirkan segala maksud dari senyummu yang tak tenggelam bersama mentari sore itu.
Perjumpaan aku dan kamu di sore itu bukanlah sebuah kebetulan aku percaya bahwa alam atau yang punya kuasa sengaja untuk mempertemukan kita namun kenapa harus ada perpisahan? Sungguh sulit sekali untuk menerima kenyataan kehidupan bahwa datang akan pergi, lewat kan berlalu, ada kan tiada, bertemu akan berpisah, awal kan berakhir, terbit kan tenggelam, pasang akan surut, semua itu hanya menyisakan kata Sampai jumpa dalam lagu Endank Soekamti yang menemaniku pada malam hingga terlelap dalam gelap namun masih berharap bahwa besok kita berjumpa di tempat yang sama dengan tenggang waktu yang lama bukan sekejap.
" Dalam senyap aku berharap kita bertemu di waktu yang tepat untuk saling mendekap "
FransCalvin 03 Juni 2027
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H