Mohon tunggu...
Frans Balla
Frans Balla Mohon Tunggu... -

Lahir di Kupang, NTT, sekarang sebagai jurubahasa (interpreter)dan penerjemah (translator) Bahasa Inggris - Indonesia dan sebagai dosen paruh waktu. Kadang-kadang mengamen!

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Dipermainkan Petugas Pertanahan dan Saudara Sendiri

2 Februari 2015   17:44 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:57 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada tanggal 16 Mei tahun lalu saya ke Kupang, antara lain untuk meminta kantor pertanahan mengukur kembali tanah saya, sertifikat hak milik No. 304, GS No. 59 tahun 1984 di Kelurahan Tuak Daun Merah, Kupang. Ada beberapa alasan untuk permintaan tsb., tetapi yang utama ialah karena di atas tanah itu sudah dibangun jaringan jalan dan beberapa rumah; siapa yang membangun dan atas ijin siapa? Yang paling saya takuti ialah jangan-jangan modus operandinya sama dengan tanah saya bersertifikat yang sekarang jadi BUNDARAN PU, yang  dirampas lalu saya harus bayar pengacara yang kinerjanya sangat mengecewakan.

Di lapangan, para petugas BPN disaksikan oleh teman saya seorang Notaris dan seorang mantan perwira polisi membatalkan pengukuran: "Maaf pak situasinya kurang kondusif", kebetulan ada dua orang saudara datang dan bukan cuma protes, ada yang coba mencabut pisau dari pinggang dan memungut batu untuk melempar saya.

Sekalipun timbul pertanyaan dalam benak saya, mengapa BPN yang tahu persis tanah itu milik saya, apalagi berbatasan langsung dengan dua saudaraku yang lain, dan tidak langsung dengan dua saudara yang sisa, kok mau melayani keberatan tanpa alasan dari kedua saudara yang suka bekin onar tsb., apalagi sudah dijelaskan bahwa pengukuran kembali ini hanya untuk melihat kembali masih berapa luas tanah saya yang kaiknya berkurang setelah ada pambangunan jalan tanpa ijin tsb.

Saya diharuskan bertemu dengan pihak Polresta untuk pengturan keamanan sehari sebelum rencana pengukuran. Tanggal 22 Januari saya bolak-balik Polresta-Kantor BPN Kota Kupang. Yang paling lama ialah di kantor BPN, tetapi begitu dapat surat undangan untuk pemilik tanah di sebelah-menyeblah, saya langsung ke Polresta yang meminta saya kembali ke BPN; menurut pihak Polresta, surat permohonan pengamanan harus dikeluarkan oleh BPN dan bukan oleh individu seperti saya. BPN tidak setuju dan mengatakan bahwa pengukuran sudah harus dilakukan apapun keadaannya karena mereka sudah keluarkan surat.

Tanggal 23 paginya saya kembali ke Polresta; ada sedikit perdebatan tentang Protap Kepolisian dan Diskresi Kepolisian, tetapi akhirnya sekitar dua regu Sabhara dan Intel diturunkan ke lokasi. Saya sedikit terlambat karena harus mengantarkan surat undangan ke Lurah, dan mereka yang secara syah memiliki tanah pada batas-batas saya.

Saya lalu menyaksikan pemandangan yang aneh. Pihak BPN bersama teman saya notaris mendengarkan 'pidato' Esau Balla, orang yang disebut-sebut sebagai yang menjual tanah saya di ujung timur, yang juga masih memegang sertifikat saya yang lainnya sampai sekarang (dan angkanya dia sudah rubah dari 10 ribu lebih meter persegi menjadi 7.760).

Orang ini juga, pada saat saya melawan orang yang mengaku sebagai tuan tanah, dia membuat pernyataan bahwa tanah kami adalah tanah milik 'tuan tanah' tersebut.

Akhirnya petugas BPN yang tadinya menunjukkan semangat tinggi untuk mengukur, datang dan mengatakan: Pak, tidak bisa, harus ada mediasi dulu. Saya tanya, mediasi dengan siapa, mengapa mediasi? saya juga di hadapan KabagOps Polresta mengungkapkan kekecewaan bahkan kecurigaan saya mengapa BPN enggan mengukur kembali tanah saya yang sertifikatnya justru mereka yang tertbitkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun