Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Akuntan - Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Wisata Halal Boleh, Tapi Jangan Rusak Adat Lokal di Danau Toba yang Sudah ada Ratusan Tahun!

1 Februari 2025   17:51 Diperbarui: 1 Februari 2025   17:51 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suku Batak di Pulau Samosir, Danau Toba, Sumatera Utara DOK. Shutterstock/Lenisecalleja Photograhy(Shutterstock/Lenisecalleja Photograhy)

Apakah benar harus seperti itu? Tidakkah mungkin mengintegrasikan wisata halal dengan adat lokal tanpa harus saling meniadakan?

Ketegangan Budaya Ketika Modernisasi Bertemu Tradisi

Perdebatan tentang wisata halal di Danau Toba sebenarnya mencerminkan ketegangan yang lebih besar: antara modernisasi dan pelestarian tradisi.

Contohnya, ada kasus di mana beberapa upacara adat dilarang ditampilkan di area tertentu karena dianggap tidak sesuai dengan prinsip-prinsip wisata halal. Musik tradisional gondang Batak, yang biasanya mengiringi tarian-tarian adat, dinilai terlalu keras atau tidak cocok untuk suasana yang lebih "tenang" menurut beberapa pandangan baru. Padahal, bagi masyarakat Batak, suara gondang bukan sekadar hiburan; ia adalah suara jiwa, penghubung antara dunia nyata dan spiritual.

Selain itu, beberapa pelaku usaha lokal merasa terpinggirkan karena standar baru yang diterapkan lebih menguntungkan investor dari luar daerah. Restoran tradisional yang tidak memiliki sertifikasi halal, misalnya, akan mulai kehilangan pengunjung, meskipun mereka telah beroperasi puluhan tahun dengan resep turun-temurun.

Inilah bentuk nyata dari ketidakseimbangan yang terjadi. Bukan soal menolak wisata halal, tetapi tentang bagaimana konsep ini diimplementasikan dengan penuh sensitivitas budaya.

Adat Batak Pilar Identitas yang Tidak Boleh Tergantikan

Adat istiadat bukanlah sesuatu yang bisa diubah semudah mengganti menu restoran. Ia adalah bagian dari jati diri masyarakat. Dalam konteks Danau Toba, adat Batak bukan hanya simbol, melainkan nafas kehidupan itu sendiri.

Sistem kekerabatan yang dianut suku batak, misalnya, mengatur segala aspek kehidupan sosial masyarakat Batak. Prinsip ini menekankan pentingnya keseimbangan, saling menghormati, dan menjaga harmoni antara sesama manusia serta dengan alam sekitar. Ketika prinsip ini diabaikan dalam pengelolaan pariwisata, yang muncul adalah ketimpangan sosial, bahkan potensi konflik.

Lebih dari itu, adat juga berfungsi sebagai daya tarik wisata. Wisatawan mancanegara datang ke Danau Toba bukan hanya untuk menikmati keindahan alamnya, tetapi juga untuk merasakan pengalaman budaya yang autentik. Apa jadinya jika elemen budaya ini dihapuskan atau dikurangi hanya demi memenuhi standar baru yang tidak selaras dengan identitas lokal?

Belajar dari Destinasi Lain seperti Lombok dan Yogyakarta

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun