Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Akuntan - Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Amerika Akan Stop Bantuan Obat HIV, Malaria dan TBC, Apa Dampaknya untuk Indonesia?

1 Februari 2025   07:54 Diperbarui: 1 Februari 2025   07:54 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Donald Trump saat mengucapkan sumpah dalam pelantikan presiden Amerika Serikat di Gedung Capitol, Washington DC, Senin (20/1/2025).(AFP/SAUL LOEB)

Kamu mungkin tidak akan langsung merasakannya, tetapi keputusan Amerika Serikat untuk menghentikan bantuan obat-obatan HIV, malaria, dan TBC bisa menjadi sebuah badai senyap bagi Indonesia. Ibarat sebuah jaring laba-laba yang tak terlihat, bantuan ini selama bertahun-tahun menjadi penopang sistem kesehatan di berbagai negara berkembang, termasuk Indonesia. Begitu jaring ini ditarik, ketidakseimbangan yang terjadi bisa berdampak pada ribuan, bahkan jutaan nyawa.

Di balik statistik yang sering kali terdengar kaku dan jauh dari kehidupan sehari-hari, ada wajah-wajah nyata yang bergantung pada ketersediaan obat antiretroviral (ARV) untuk HIV, terapi DOTS untuk TBC, dan obat anti-malaria yang menyelamatkan jiwa. Lantas, bagaimana jika bantuan ini tiba-tiba dihentikan? Apa dampaknya bagi Indonesia yang masih bergulat dengan tantangan kesehatan masyarakatnya sendiri? Artikel ini akan membedah lebih dalam tentang dampak yang mungkin terjadi, mengapa ini menjadi perhatian global, dan bagaimana Indonesia harus bersiap menghadapi kenyataan pahit tersebut.

Dampak Global dari Kebijakan Amerika

Amerika Serikat selama ini dikenal sebagai salah satu donor terbesar dalam program kesehatan global melalui inisiatif seperti The Global Fund dan PEPFAR (President's Emergency Plan for AIDS Relief). Program ini bukan sekadar simbol solidaritas internasional, tetapi menjadi sumber kehidupan bagi banyak negara dalam mengatasi epidemi mematikan. Indonesia sendiri menerima manfaat besar, terutama dalam bentuk distribusi obat-obatan, pendanaan program kesehatan, hingga pelatihan tenaga medis.

Namun, perubahan dinamika politik di Amerika, baik karena pergantian pemerintahan maupun tekanan ekonomi domestik, membuat bantuan ini berada di ujung tanduk. Dengan adanya prioritas baru, seperti penanganan krisis domestik, perubahan iklim, dan pandemi global seperti COVID-19, Amerika mulai mengalihkan fokus anggaran mereka. Keputusan ini bukan hanya soal angka-angka di atas kertas, tetapi berpotensi menciptakan krisis kesehatan yang lebih luas.

Mengapa Indonesia Perlu Khawatir?

Indonesia adalah negara dengan beban triple burden disease penyakit menular seperti HIV, malaria, dan TBC masih menjadi ancaman serius, sementara penyakit tidak menular dan risiko kesehatan baru juga meningkat. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, Indonesia termasuk dalam lima besar negara dengan beban TBC tertinggi di dunia. Di sisi lain, meskipun prevalensi HIV di Indonesia lebih rendah dibandingkan beberapa negara Afrika, angka infeksi baru tetap mengkhawatirkan, terutama di kalangan populasi kunci. Untuk malaria, meskipun terjadi penurunan kasus signifikan dalam satu dekade terakhir, ancaman penyakit ini masih tinggi di wilayah Indonesia bagian timur.

Bantuan Amerika selama ini mendukung berbagai program kritis, mulai dari pengadaan obat, kampanye pencegahan, hingga pelatihan tenaga medis. Misalnya, program distribusi ARV yang didanai Global Fund memastikan bahwa ribuan orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Indonesia bisa mendapatkan pengobatan secara gratis atau dengan biaya yang sangat terjangkau. Tanpa bantuan ini, rantai pasokan obat bisa terganggu, menyebabkan kekurangan stok yang berisiko fatal.

Potensi Krisis Kesehatan di Depan Mata

Bayangkan jika pasokan obat ARV terputus. Bagi ODHA, ini bukan sekadar ketidaknyamanan; ini soal hidup dan mati. Terputusnya pengobatan bisa menyebabkan resistansi obat, membuat virus lebih sulit diobati di masa depan. Hal yang sama berlaku untuk TBC, terutama jenis TBC resisten obat yang membutuhkan pengobatan kompleks dan mahal. Tanpa dukungan internasional, Indonesia berisiko mengalami lonjakan kasus baru, peningkatan angka kematian, dan bahkan penyebaran penyakit yang lebih luas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun