Ketika berbicara tentang ketahanan pangan, perhatian sering kali tertuju pada produktivitas pertanian, ketersediaan pupuk, atau inovasi teknologi. Namun, ada satu hal mendasar yang sering terabaikan: irigasi. Di balik sederet pencapaian Indonesia sebagai negara agraris, tersembunyi sebuah ironi bahwa banyak lahan pertanian di berbagai daerah belum mendapatkan akses irigasi yang memadai. Situasi ini menghambat potensi besar yang sebenarnya dimiliki sektor pertanian kita.
Bagi sebagian besar petani di Indonesia, air bukan sekadar kebutuhan, tetapi kehidupan itu sendiri. Air mengalir melalui setiap tanaman, memberikan nutrisi dan memastikan hasil panen yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan jutaan rakyat. Tetapi, apa jadinya jika air, elemen utama dalam pertanian, justru menjadi barang langka bagi mereka yang menggantungkan hidup di atas tanah sawah dan ladang?
Kondisi Irigasi Lahan Pertanian di Indonesia
Indonesia memiliki sekitar 7,46 juta hektare lahan sawah yang berperan penting dalam produksi padi nasional. Namun, menurut data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), hanya sekitar 55% lahan pertanian yang memiliki sistem irigasi teknis. Sisanya, bergantung pada irigasi tradisional atau bahkan hanya mengandalkan hujan. Hal ini menunjukkan kesenjangan besar dalam infrastruktur dasar yang seharusnya menjadi prioritas utama di sektor agrikultur.
Kondisi ini lebih mencolok di daerah-daerah seperti Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Papua, di mana infrastruktur irigasi sangat minim. Di wilayah-wilayah ini, petani harus berjuang keras untuk memastikan tanaman mereka mendapat cukup air, sering kali dengan cara menggali sumur tradisional atau mengangkut air secara manual dari sumber yang jauh. Tidak jarang, usaha keras tersebut tidak cukup untuk mengatasi tantangan iklim yang semakin tidak menentu.
Sistem irigasi tradisional, yang biasanya berupa saluran tanah sederhana, memiliki banyak keterbatasan. Selain kapasitasnya yang terbatas, saluran ini juga rentan terhadap kebocoran, sedimentasi, dan penurunan fungsi akibat minimnya perawatan. Akibatnya, distribusi air menjadi tidak merata, dan lahan-lahan yang berada di ujung saluran sering kali tidak mendapatkan pasokan air yang cukup.
Dampak Kekurangan Irigasi yang Memadai
Kekurangan irigasi yang baik membawa dampak yang luas, tidak hanya pada produktivitas pertanian tetapi juga pada kehidupan sosial dan ekonomi petani. Ketergantungan pada hujan menjadikan petani sangat rentan terhadap perubahan iklim. Ketika musim kemarau datang lebih awal atau berlangsung lebih lama dari biasanya, banyak petani mengalami gagal panen.
Gagal panen berarti pendapatan petani menurun drastis, bahkan tidak jarang mereka terjerat utang karena harus membeli benih dan pupuk untuk musim tanam berikutnya. Situasi ini menciptakan lingkaran kemiskinan yang sulit diputus. Di sisi lain, keterbatasan hasil panen juga berdampak pada stabilitas harga pangan di pasar, yang pada akhirnya merugikan konsumen.
Selain itu, lahan pertanian yang kurang teririgasi juga menghadapi risiko degradasi tanah. Tanpa pasokan air yang memadai, tanah menjadi kering dan kehilangan kesuburannya. Dalam jangka panjang, kondisi ini dapat mengurangi daya dukung lahan, sehingga produksi pertanian semakin menurun.