Digitalisasi menjadi tren yang tidak dapat dihindari dalam hampir semua aspek kehidupan, termasuk pelayanan publik. Di Indonesia, pemerintah berusaha keras menghadirkan aplikasi berbasis digital untuk memperbaiki akses layanan masyarakat. Mulai dari aplikasi untuk mengurus dokumen administrasi, seperti KTP atau akta kelahiran, hingga aplikasi kesehatan dan pembayaran pajak. Namun, ironisnya, inisiatif ini sering kali tidak berjalan sesuai harapan. Banyak aplikasi tersebut dinilai tidak efisien dan malah menciptakan masalah baru.
Masalah ini bukan hanya sekadar keluhan masyarakat. Ada bukti nyata bahwa sebagian besar aplikasi pelayanan publik belum mampu memberikan pengalaman pengguna yang optimal. Ketika teknologi seharusnya mempermudah, masyarakat justru dihadapkan pada kesulitan baru. Tidak sedikit yang akhirnya lebih memilih kembali ke cara konvensional karena aplikasi yang diharapkan menjadi solusi tidak memberikan manfaat nyata.
Realitas Banyaknya Aplikasi yang Tidak Terintegrasi
Di berbagai daerah, pemerintah dan instansi berlomba-lomba menciptakan aplikasi. Sebagian besar memiliki tujuan yang baik: mendekatkan layanan publik dengan masyarakat, memotong birokrasi yang berbelit, serta meningkatkan transparansi. Namun, kenyataannya, kebijakan ini kerap kali diimplementasikan tanpa perencanaan matang.
Setiap kementerian, dinas, atau lembaga sering kali mengembangkan aplikasi secara mandiri tanpa koordinasi. Hal ini menyebabkan tumpang tindih fungsi antaraplikasi. Sebagai contoh, untuk pengurusan kesehatan, ada aplikasi dari BPJS Kesehatan, aplikasi dari rumah sakit tertentu, hingga aplikasi dari dinas kesehatan daerah. Ketiganya mungkin memiliki fungsi serupa, tetapi tidak saling terhubung. Alhasil, masyarakat dipaksa menggunakan beberapa aplikasi untuk menyelesaikan satu jenis urusan.
Ketiadaan integrasi ini tidak hanya menyulitkan pengguna, tetapi juga membuang-buang sumber daya. Dana yang digunakan untuk membangun aplikasi tersebut sangat besar, tetapi manfaatnya sering kali minim. Pemerintah seharusnya memprioritaskan pembangunan sistem yang terintegrasi agar masyarakat cukup menggunakan satu aplikasi untuk berbagai kebutuhan.
Tantangan Teknologi yang Tidak Siap
Masalah lain yang menjadi penghalang adalah infrastruktur teknologi yang belum memadai. Banyak aplikasi pelayanan publik memiliki kualitas teknis yang buruk. Mulai dari tampilan antarmuka (user interface) yang tidak ramah pengguna hingga performa sistem yang sering bermasalah.
Misalnya, banyak pengguna mengeluhkan aplikasi yang sering mengalami gangguan seperti crash, lambat, atau sulit diakses pada waktu tertentu. Pada saat masyarakat membutuhkan layanan mendesak, aplikasi tersebut malah tidak dapat diandalkan. Hal ini menciptakan pengalaman frustrasi yang membuat banyak orang kehilangan kepercayaan terhadap digitalisasi layanan pemerintah.
Selain itu, tidak semua masyarakat memiliki akses yang memadai terhadap perangkat dan koneksi internet. Di daerah terpencil, jaringan internet masih menjadi barang mewah. Ketika aplikasi dirancang tanpa mempertimbangkan kondisi ini, maka kelompok masyarakat di wilayah tersebut semakin terpinggirkan.