Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Akuntan - Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pembuatan SKCK Rp30rb, Apakah Layak di Mata Masyarakat?

13 Januari 2025   13:18 Diperbarui: 13 Januari 2025   13:18 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi SKCK. Bisakah membuat SKCK di luar domisili?(Polres Tangerang Selatan)

Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) menjadi salah satu dokumen yang sangat esensial di Indonesia. Bagi masyarakat, SKCK bukan sekadar dokumen administratif. Ini adalah "pintu pembuka" menuju berbagai keperluan penting, seperti melamar pekerjaan, mengurus visa untuk perjalanan ke luar negeri, hingga memenuhi syarat administrasi tertentu dalam dunia pendidikan atau perbankan. Namun, muncul pertanyaan mendasar: apakah tarif resmi pembuatan SKCK sebesar Rp30 ribu sudah layak? Untuk menjawabnya, mari kita kaji lebih dalam dengan mempertimbangkan aspek regulasi, layanan, dan persepsi publik.

SKCK dalam Konteks Regulasi Resmi

Tarif pembuatan SKCK sebesar Rp30 ribu diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 76 Tahun 2020 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Sebagai sebuah dokumen resmi, SKCK memuat informasi penting terkait rekam jejak seseorang, terutama dalam hal catatan kriminal. Proses penerbitan SKCK melibatkan verifikasi data yang dilakukan melalui sistem komputerisasi, sehingga diharapkan memiliki akurasi tinggi.

Dalam teori, Rp30 ribu ini dianggap sebagai kontribusi masyarakat kepada negara untuk menutupi biaya operasional penerbitan SKCK. Hal ini meliputi penggunaan perangkat teknologi, pemeliharaan sistem, hingga tenaga kerja yang terlibat dalam proses pengolahan data. Akan tetapi, teori ini belum sepenuhnya terimplementasi dengan optimal di lapangan.

Persoalan Infrastruktur dan Digitalisasi

Salah satu hal yang memengaruhi pengalaman masyarakat dalam mendapatkan SKCK adalah ketersediaan infrastruktur, terutama dalam proses digitalisasi. Di kota-kota besar, penerapan layanan daring untuk pengajuan SKCK sudah cukup baik. Masyarakat dapat mengakses situs resmi Polri, mengisi formulir secara online, dan hanya perlu datang ke kantor polisi untuk verifikasi serta pengambilan dokumen.

Namun, situasi ini berbeda di wilayah pedesaan atau daerah terpencil. Banyak masyarakat yang mengeluhkan sulitnya mengakses layanan daring karena keterbatasan infrastruktur internet. Tidak sedikit juga yang akhirnya terpaksa menghabiskan waktu lebih lama di kantor polisi karena antrian panjang atau prosedur manual yang masih diterapkan. Masalah ini semakin diperburuk oleh kurangnya edukasi mengenai tata cara pembuatan SKCK, terutama bagi mereka yang tidak terbiasa menggunakan teknologi.

Jika pemerintah ingin mempertahankan tarif Rp30 ribu sebagai angka yang dianggap wajar, maka penyediaan layanan yang merata harus menjadi prioritas. Sayangnya, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa akses yang tidak setara membuat sebagian masyarakat merasa terbebani, baik dari sisi biaya maupun waktu.

Pungli dan Ketidaktransparanan Layanan

Selain persoalan infrastruktur, isu pungutan liar (pungli) juga menjadi salah satu kendala yang sering dibicarakan masyarakat. Meski tarif resmi sudah ditetapkan sebesar Rp30 ribu, ada laporan dari berbagai daerah tentang adanya biaya tambahan yang harus dikeluarkan oleh pemohon SKCK. Biaya tambahan ini sering kali dibungkus dalam bentuk "uang administrasi tambahan", yang sebenarnya tidak memiliki dasar hukum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun