Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Akuntan - Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jangan Sakiti Dirimu, dengan Membandingkannya dengan Orang Lain

11 Januari 2025   14:42 Diperbarui: 11 Januari 2025   14:42 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tengah dunia yang terus bergerak cepat ini, kebiasaan membandingkan diri dengan orang lain sering kali menjadi rutinitas yang tak disadari. Kehadiran teknologi, khususnya media sosial, semakin mempermudah kita untuk menyaksikan kehidupan orang lain dari jarak jauh. Tampaknya semua orang berlomba-lomba menunjukkan pencapaian, kesuksesan, atau kebahagiaan mereka di hadapan dunia. Hal ini menciptakan fenomena yang disebut “perbandingan sosial” atau social comparison.

Namun, apakah perbandingan ini benar-benar memberikan manfaat bagi kehidupanmu? Atau justru menyakiti dirimu secara perlahan? Untuk menjawabnya, kita perlu memahami akar masalah ini, dampaknya, dan cara untuk keluar dari lingkaran tersebut.

Perbandingan Sosial

Membandingkan diri dengan orang lain sebenarnya adalah hal yang alami dan pernah terjadi pada semua orang. Dalam psikologi, teori perbandingan sosial yang diperkenalkan oleh Leon Festinger pada tahun 1954 menjelaskan bahwa manusia memiliki kecenderungan untuk mengevaluasi dirinya dengan melihat orang lain. Dengan cara ini, kita mencari tahu di mana posisi kita dalam masyarakat, apakah kita lebih unggul atau tertinggal.

Di satu sisi, perbandingan ini bisa menjadi alat motivasi untuk memperbaiki diri. Misalnya, melihat seseorang berhasil meraih gelar akademik dapat memotivasi kita untuk belajar lebih giat. Tetapi, di sisi lain, perbandingan yang tidak sehat dapat menjerumuskan kita pada jurang ketidakpuasan, terutama jika kita terlalu fokus pada apa yang tidak kita miliki dibandingkan dengan orang lain.

Dalam praktiknya, perbandingan sosial sering kali tidak adil. Kita cenderung membandingkan kelemahan kita dengan kelebihan orang lain. Media sosial memperburuk situasi ini dengan menampilkan versi “terbaik” dari kehidupan seseorang, sementara aspek-aspek sulit atau perjuangan di balik layar sering kali tidak terlihat. Akibatnya, muncul gambaran yang tidak realistis tentang apa yang seharusnya kita capai, yang kemudian memicu rasa rendah diri.

Dampak Perbandingan Sosial terhadap Kehidupan

Ketika perbandingan sosial dilakukan secara berlebihan, dampaknya bisa sangat merugikan, baik secara mental maupun emosional. Kamu mungkin merasa dirimu tidak cukup baik, terjebak dalam tekanan untuk terus mengejar standar yang diciptakan oleh orang lain. Hal ini dapat menyebabkan stres kronis, kecemasan, bahkan depresi.

Salah satu contoh yang nyata adalah fenomena yang dikenal sebagai Impostor Syndrome. Ini adalah kondisi di mana seseorang merasa bahwa pencapaiannya tidak sah atau tidak cukup baik, meskipun orang lain menganggapnya sukses. Perasaan ini sering kali dipicu oleh kebiasaan membandingkan diri dengan orang-orang yang tampaknya lebih unggul.

Sebagai ilustrasi, seorang mahasiswa yang baru lulus mungkin merasa tidak percaya diri dengan pekerjaannya karena ia melihat teman-temannya yang lain sudah bekerja di perusahaan besar. Padahal, setiap orang memiliki waktu dan jalannya masing-masing, dan pencapaian tidak seharusnya dibandingkan secara langsung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun