Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Akuntan - Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Fenomena Remaja Jompo, Bukti Kemacetan Bisa Mengurangi Produktifitas

13 Desember 2024   15:57 Diperbarui: 13 Desember 2024   15:57 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Hirukpikuk Jalanan.ChatGPT.com

Kemacetan lalu lintas bukanlah hal baru di kota-kota besar Indonesia. Namun, dampaknya yang meluas pada berbagai aspek kehidupan sering kali diabaikan. Salah satu fenomena yang muncul sebagai imbas dari kemacetan ini adalah istilah populer di kalangan generasi muda: "remaja jompo." Fenomena ini bukan hanya sekadar istilah lucu, melainkan cerminan nyata dari bagaimana waktu produktif yang terkikis di jalanan bisa berimbas pada kesehatan fisik, mental, dan sosial generasi muda.

Kemacetan menjadi pemandangan harian yang sulit dihindari, terutama di kota metropolitan seperti Jakarta, Bandung, atau Surabaya. Menurut data dari TomTom Traffic Index 2022, Jakarta masuk dalam daftar kota dengan kemacetan terburuk di dunia, dengan tingkat kemacetan mencapai 45 persen. Artinya, hampir separuh waktu perjalanan terbuang sia-sia di jalan. Dalam kondisi ini, tidak heran jika banyak orang, terutama generasi muda, mulai merasakan dampaknya secara langsung pada tubuh dan pikiran mereka.

Apa Itu "Remaja Jompo"?

Istilah "remaja jompo" merujuk pada anak muda yang mengalami kelelahan berlebihan hingga tampak seperti orang tua. Mereka sering mengeluhkan pegal-pegal, kurang tidur, hingga stres kronis. Fenomena ini merupakan hasil kombinasi antara tekanan fisik, mental, dan sosial yang disebabkan oleh gaya hidup perkotaan yang serba cepat dan waktu tempuh yang tidak efisien.

Seorang mahasiswa, misalnya, yang tinggal di pinggiran kota harus berangkat subuh agar tidak terlambat menghadiri kelas pagi. Namun, meskipun sudah berangkat lebih awal, sering kali mereka tetap terjebak dalam kemacetan selama berjam-jam. Setibanya di kampus, rasa lelah dan mengantuk justru mengurangi konsentrasi mereka dalam belajar. Begitu pula dengan pekerja muda yang harus berjuang menembus kemacetan setiap hari. Banyak dari mereka tiba di kantor dalam kondisi fisik yang sudah terkuras, sehingga produktivitas menurun.

Situasi ini diperburuk oleh kebiasaan multitasking selama perjalanan. Misalnya, banyak orang yang mencoba menyelesaikan tugas kuliah atau pekerjaan di tengah perjalanan yang penuh guncangan. Alih-alih membantu, kebiasaan ini sering kali menambah tekanan mental, karena tugas tersebut dilakukan dalam kondisi yang jauh dari ideal.

Kemacetan dan Dampaknya pada Produktivitas

Kemacetan tidak hanya menghabiskan waktu, tetapi juga menyedot energi fisik dan mental secara perlahan namun pasti. Penelitian yang dilakukan oleh Harvard Business Review menemukan bahwa perjalanan panjang dan macet memiliki korelasi langsung dengan tingkat stres dan produktivitas yang rendah. Ketika seseorang menghabiskan waktu dua hingga empat jam di jalan setiap hari, mereka kehilangan waktu berharga yang seharusnya dapat digunakan untuk istirahat, belajar, atau berolahraga.

Posisi duduk yang statis selama perjalanan panjang juga memicu masalah pada postur tubuh. Masalah seperti nyeri punggung, kekakuan leher, dan pegal-pegal menjadi keluhan umum di kalangan pekerja muda. Aktivitas fisik yang minim selama perjalanan juga berdampak pada sirkulasi darah, yang dalam jangka panjang bisa memengaruhi kesehatan secara keseluruhan.

Selain itu, ada efek psikologis yang cukup serius. Kemacetan sering kali menyebabkan individu merasa kehilangan kendali atas waktu mereka. Rasa frustrasi dan stres akibat situasi yang tidak dapat mereka ubah ini perlahan memengaruhi suasana hati dan motivasi untuk beraktivitas. Bahkan, di beberapa kasus, kemacetan telah dikaitkan dengan peningkatan risiko gangguan kecemasan dan depresi.

Fenomena "Remaja Jompo" dan Kesehatan Mental

Fenomena "remaja jompo" adalah manifestasi dari beban mental yang dihadapi generasi muda akibat kemacetan. Dalam survei yang dilakukan oleh platform kesehatan mental, Riliv, lebih dari 60 persen responden muda mengaku bahwa perjalanan panjang di jalanan sering kali membuat mereka stres. Mereka merasa waktu yang terbuang sia-sia tersebut mengurangi kesempatan untuk melakukan hal-hal yang mereka sukai atau butuhkan, seperti bertemu teman, membaca, atau sekadar beristirahat di rumah.

Tekanan ini menjadi lebih kompleks ketika dikombinasikan dengan ekspektasi akademik atau profesional yang tinggi. Mahasiswa yang harus menyelesaikan tugas-tugas mereka sering kali terpaksa begadang setelah seharian penuh berjuang di jalan. Akibatnya, mereka tidak mendapatkan tidur yang cukup, yang merupakan faktor penting untuk kesehatan mental dan fisik. Hal serupa juga dialami pekerja muda yang merasa harus terus tampil produktif meski tubuh mereka sudah lelah.

Dalam jangka panjang, kurangnya waktu istirahat ini dapat menyebabkan gangguan tidur, penurunan daya tahan tubuh, hingga burnout. Burnout, atau kondisi kelelahan emosional dan fisik yang ekstrem, kini semakin sering ditemukan pada generasi muda, terutama mereka yang tinggal di kota besar.

Imbas Sosial dari Kemacetan

Tidak hanya berdampak pada individu, kemacetan juga memiliki dampak sosial yang signifikan. Generasi muda yang terjebak dalam rutinitas perjalanan panjang sering kali kehilangan waktu untuk bersosialisasi. Banyak dari mereka merasa terlalu lelah untuk berkumpul dengan keluarga atau teman setelah seharian berada di jalan. Dalam jangka panjang, keterasingan sosial ini dapat memengaruhi hubungan interpersonal mereka.

Selain itu, waktu yang terbuang di jalan juga mengurangi kesempatan mereka untuk berpartisipasi dalam kegiatan komunitas atau pengembangan diri. Misalnya, banyak anak muda yang ingin mengikuti kursus atau kegiatan sukarela, tetapi terpaksa membatalkan rencana tersebut karena keterbatasan waktu akibat perjalanan panjang.

Mencari Solusi yang Realistis

Meskipun kemacetan adalah masalah yang kompleks, beberapa langkah strategis dapat diambil untuk meminimalkan dampaknya pada generasi muda. Pemerintah, misalnya, dapat mempercepat pembangunan infrastruktur transportasi umum yang nyaman, cepat, dan efisien. Data dari ITDP (Institute for Transportation and Development Policy) menunjukkan bahwa transportasi massal yang terintegrasi mampu mengurangi waktu tempuh hingga 30 persen di kota-kota besar.

Selain itu, perusahaan juga memiliki peran penting dalam memberikan fleksibilitas kepada karyawannya. Sistem kerja fleksibel atau hybrid, yang memungkinkan karyawan untuk bekerja dari rumah beberapa hari dalam seminggu, dapat membantu mengurangi beban perjalanan. Hal ini juga menjadi salah satu strategi yang diterapkan banyak perusahaan selama pandemi COVID-19, yang terbukti meningkatkan keseimbangan antara kehidupan kerja dan pribadi.

Di sisi individu, generasi muda perlu belajar mengelola waktu dengan lebih bijak. Misalnya, mereka dapat memanfaatkan waktu di perjalanan untuk melakukan aktivitas yang menyenangkan, seperti mendengarkan musik, podcast, atau bahkan meditasi. Selain itu, menjaga kesehatan tubuh melalui olahraga ringan dan pola makan yang sehat juga penting untuk menghadapi tantangan ini.

Mengatasi "Remaja Jompo" Demi Masa Depan yang Lebih Sehat

Fenomena "remaja jompo" adalah cerminan dari tantangan besar yang dihadapi generasi muda dalam ekosistem perkotaan yang padat dan penuh tekanan. Waktu produktif yang terbuang di jalan tidak hanya mengurangi peluang mereka untuk berkembang, tetapi juga memberikan dampak jangka panjang pada kesehatan fisik, mental, dan sosial mereka.

Oleh karena itu, penting bagi kita semua untuk melihat kemacetan bukan hanya sebagai masalah transportasi, tetapi sebagai isu yang lebih luas yang memengaruhi kualitas hidup masyarakat. Dengan kolaborasi antara pemerintah, perusahaan, dan masyarakat, kita dapat menciptakan solusi yang lebih efektif untuk mengurangi dampak negatif dari kemacetan. Generasi muda adalah harapan bangsa, dan menjaga kesehatan serta produktivitas mereka adalah investasi terbaik untuk masa depan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun