Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Akuntan - Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Mengenal Daddy Blues yang Sering Diabaikan

11 Desember 2024   10:27 Diperbarui: 11 Desember 2024   15:59 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika berbicara tentang kelahiran seorang anak, fokus utama sering kali tertuju pada ibu dan perjuangannya menghadapi kehamilan, persalinan, serta adaptasi pasca-melahirkan. Namun, di balik setiap ibu, ada sosok ayah yang juga menjalani perjalanan emosional yang tidak kalah menantang. Ayah, yang selama ini dianggap sebagai pilar kekuatan keluarga, ternyata tidak kebal terhadap tekanan mental. Salah satu fenomena yang kini mulai banyak dibicarakan adalah daddy blues. Istilah ini merujuk pada kondisi emosional yang dialami ayah baru, sering kali berupa kecemasan, stres, atau bahkan perasaan terisolasi. Namun, apa sebenarnya daddy blues itu? Mengapa hal ini terjadi, dan bagaimana dampaknya bagi keluarga?

Apa itu Daddy Blues?

Daddy blues adalah kondisi psikologis yang sering terjadi pada ayah baru setelah kelahiran anak. Kondisi ini serupa dengan baby blues pada ibu, meskipun manifestasinya bisa berbeda. Ayah yang mengalami daddy blues mungkin merasa kewalahan, kehilangan identitas, atau bahkan tidak mampu memenuhi ekspektasi sebagai kepala keluarga. Hal ini bukan hanya masalah personal, tetapi juga bagian dari dinamika sosial yang sering menempatkan ayah dalam posisi "harus selalu kuat".

Kondisi ini biasanya muncul dalam beberapa minggu pertama setelah kelahiran anak, saat tanggung jawab sebagai orang tua mulai terasa nyata. Ayah tidak hanya menghadapi perubahan fisik pada pasangan mereka tetapi juga tuntutan untuk mendukung keluarga secara emosional dan finansial. Kombinasi ini dapat memicu tekanan psikologis yang intens.

Anatara Tekanan Sosial dan Beban Ekspektasi 

Dalam masyarakat kita, pria sering kali diharapkan untuk menjadi "penjaga" keluarga. Ayah dianggap harus kuat, tidak boleh mengeluh, dan mampu mengatasi segala tantangan. Stereotip ini membuat banyak pria merasa kesulitan untuk mengungkapkan perasaan mereka, bahkan kepada pasangan sendiri. Akibatnya, emosi seperti cemas, takut, atau lelah sering kali terpendam hingga memengaruhi kesehatan mental mereka.

Selain itu, harapan dari lingkungan sekitar juga turut memperberat beban. Ayah baru sering menghadapi tekanan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, mulai dari biaya persalinan hingga pendidikan anak di masa depan. Ketakutan tidak mampu menjalankan peran ini bisa menjadi sumber kecemasan yang sulit diatasi.

Gejala Daddy Blues yang Perlu di Sadari

Gejala daddy blues tidak selalu mudah dikenali. Beberapa ayah mungkin menunjukkan tanda-tanda seperti mudah marah, kehilangan minat pada aktivitas yang dulu mereka nikmati, atau merasa tidak terhubung dengan pasangan dan anak mereka. Bahkan, beberapa dari mereka merasa bersalah karena tidak merasakan kebahagiaan yang diharapkan saat menjadi ayah.

Gejala lain yang sering muncul meliputi:

  • HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    3. 3
    4. 4
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Parenting Selengkapnya
    Lihat Parenting Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun