Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Akuntan - Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Industri Teh Indonesia Butuh Inovasi

10 Desember 2024   09:13 Diperbarui: 10 Desember 2024   09:13 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Teh Kantung Indonesia. Pixabay.com/congerdesign 

Di tengah aroma daun teh yang menggoda dan kehangatan cangkir teh di pagi hari, terselip sebuah kenyataan pahit dimana industri teh Indonesia sedang berada di persimpangan jalan. Walau negara kita termasuk salah satu produsen teh terbesar di dunia, status itu perlahan terkikis oleh tantangan yang kian kompleks. Pertanyaannya, mampukah kita bertahan dengan cara-cara lama? Atau, sudah saatnya inovasi menjadi pusat perhatian untuk mengembalikan kejayaan teh Indonesia?

Sebuah Potret Industri yang Mulai Meredup

Indonesia dikenal dengan beragam jenis tehnya yang memiliki keunikan rasa dan aroma. Teh hitam dari Jawa, teh hijau dari Sumatera, hingga teh oolong dari Sulawesi memiliki potensi yang luar biasa. Namun, kenyataan di balik kemegahan ini cukup mengkhawatirkan. Produksi teh nasional telah mengalami penurunan dalam beberapa dekade terakhir.

Data dari Kementerian Pertanian menunjukkan bahwa luas perkebunan teh di Indonesia menyusut hingga 30% dalam 20 tahun terakhir. Produktivitasnya pun kalah dibandingkan dengan negara-negara pesaing seperti India, Kenya, atau Sri Lanka. Banyak kebun teh di Indonesia masih menggunakan metode tradisional yang sudah usang, sementara negara lain melesat dengan teknologi modern yang meningkatkan hasil panen secara signifikan.

Tidak hanya itu, tantangan eksternal seperti perubahan iklim semakin memperburuk situasi. Suhu global yang meningkat mengganggu pola curah hujan dan memperpendek musim panen. Hal ini berdampak langsung pada kualitas dan kuantitas daun teh yang dihasilkan. Dalam situasi seperti ini, inovasi menjadi jalan keluar yang tidak bisa ditunda lagi.

Mengapa Teh Kita Tertinggal di Pasar Global?

Pasar global menyukai cerita. Konsumen teh premium di Eropa atau Asia Timur sering kali memilih produk berdasarkan narasi di baliknya entah itu proses produksi yang berkelanjutan, keunikan geografis, atau cerita budaya yang melekat pada teh tersebut. Sayangnya, teh Indonesia jarang membawa cerita seperti itu.

Ambil contoh Jepang dengan teh matcha-nya. Dalam satu dekade terakhir, matcha menjadi primadona di pasar global berkat strategi branding yang kuat. Jepang berhasil menghubungkan matcha dengan konsep kesehatan dan gaya hidup modern. Taiwan pun melesat jauh seperti jepang dengan konsep bubble tea, minuman inovatif yang kini mendominasi pasar internasional.

Bagaimana dengan teh Indonesia? Kebanyakan teh kita dijual dalam bentuk curah sebagai bahan baku murah tanpa identitas yang jelas. Akibatnya, teh kita sering hanya dikenal sebagai produk massal yang bersaing di pasar harga rendah, bukan di pasar kualitas tinggi. Jika terus begini, teh Indonesia akan semakin sulit bersaing di pasar global.

Tantangan untuk Petani

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun