Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Akuntan - Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

UU Perampasan Aset adalah Senjata Ampuh Melawan Korupsi!

4 Desember 2024   10:43 Diperbarui: 4 Desember 2024   19:26 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi korupsi (ARSIP KOMPAS/DIDIE SW)

Korupsi dan kejahatan ekonomi telah lama menjadi momok di Indonesia. Dari tingkat pusat hingga daerah, praktik ini terus menggerogoti kepercayaan publik dan menghambat pembangunan. Di balik kerugian triliunan rupiah yang ditimbulkan, ada satu masalah besar yang sering menjadi penghalang penegakan hukum: sulitnya mengembalikan aset hasil kejahatan. 

Pelaku kejahatan kerap menyembunyikan atau memindahkan asetnya dengan berbagai cara, sehingga penegakan hukum tak jarang berakhir tanpa pemulihan yang signifikan.

Dalam konteks inilah Undang-Undang Perampasan Aset (UU Perampasan Aset) hadir sebagai solusi. Undang-undang ini menawarkan pendekatan baru untuk merampas aset-aset hasil tindak pidana tanpa harus menunggu putusan pidana berkekuatan hukum tetap (inkracht). Namun, seberapa penting UU ini dalam konteks hukum Indonesia?

Mengapa UU Perampasan Aset Dibutuhkan Sekarang?

Indonesia adalah negara dengan tingkat korupsi yang tinggi. Data dari Transparency International menunjukkan bahwa skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada 2022 hanya 34 dari 100. Ini mencerminkan betapa akutnya masalah korupsi di negeri ini. Namun, persoalan tak hanya berhenti pada pelaku korupsi, tetapi juga pada hasil kejahatan yang mereka simpan dalam bentuk aset.

Contohnya, kasus dugaan korupsi eks pejabat pajak Rafael Alun Trisambodo. Dalam proses hukum, ditemukan aset berupa properti mewah, kendaraan bermotor, dan investasi bernilai miliaran rupiah. Sebagian aset ini sulit disita karena proses penyidikan membutuhkan waktu yang panjang. Ketika penegak hukum baru bergerak, aset-aset tersebut sudah berpindah tangan atau disamarkan.

UU Perampasan Aset menjadi solusi untuk situasi ini. Dengan undang-undang ini, negara memiliki kewenangan merampas aset-aset hasil kejahatan bahkan sebelum ada putusan pidana yang inkracht. Pendekatan ini menawarkan efisiensi yang sangat dibutuhkan dalam penegakan hukum.

Potret Buram Penanganan Aset Hasil Kejahatan di Indonesia

Kasus-kasus besar seperti skandal BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia), korupsi e-KTP, hingga penyalahgunaan dana bansos menunjukkan lemahnya mekanisme pengelolaan aset hasil kejahatan di Indonesia. Dalam kasus BLBI, misalnya, kerugian negara diperkirakan mencapai Rp110 triliun. Meski berbagai upaya hukum telah dilakukan, sebagian besar aset terkait kejahatan ini masih belum berhasil dikembalikan kepada negara.

Mengapa begitu sulit?
Salah satu kendala utama adalah panjangnya proses peradilan pidana yang sering kali memberi waktu bagi pelaku untuk menyembunyikan atau memindahkan aset mereka. Di sisi lain, regulasi yang ada seperti KUHAP dan UU Tindak Pidana Korupsi kurang efektif dalam menangani pemulihan aset secara cepat. Proses pembuktian bersalah yang membutuhkan bukti kuat menjadi penghambat utama dalam penyitaan aset.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun