Cobalah untuk memahami situasi dari sudut pandang masing-masing. Misalnya, jika anak sering bermain gawai, alih-alih langsung melarang, orang tua dapat bertanya, "Apa yang kamu lakukan di sana? Bisa cerita ke Mama?"
Pendekatan seperti ini tidak hanya mengurangi konflik tetapi juga membuat anak merasa dihargai.
3. Sesuaikan Ekspektasi
Setiap anak unik dengan potensi dan passion-nya masing-masing. Orang tua perlu memahami bahwa kebahagiaan anak jauh lebih penting daripada memaksakan ambisi pribadi.
4. Jadwalkan Waktu Berkualitas
Di tengah kesibukan, luangkan waktu khusus untuk berkumpul bersama keluarga. Aktivitas seperti makan malam tanpa gangguan teknologi atau jalan-jalan bersama dapat mempererat hubungan dan mengurangi risiko kesalahpahaman.
5. Gunakan Bahasa yang Positif
Hindari kata-kata yang merendahkan atau menyakitkan. Sebaliknya, gunakan bahasa yang membangun. Misalnya, daripada berkata, "Kamu malas sekali!" ubahlah menjadi, "Apa yang bisa Mama bantu supaya kamu lebih semangat belajar?"
6. Libatkan Pihak Ketiga Jika Perlu
Jika konflik sudah terlalu rumit, tidak ada salahnya meminta bantuan profesional seperti psikolog atau konselor keluarga. Mereka dapat membantu menjembatani komunikasi dan memberikan perspektif yang objektif.
Kesimpulan