Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Akuntan - Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sayangnya, Job Fair Belum Mengatasi Masalah Pengangguran

28 November 2024   08:13 Diperbarui: 28 November 2024   15:21 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Job Fair.(DOK. Humas Pemkot Medan)

Setiap tahun, ribuan pencari kerja di Indonesia menghadiri job fair dengan membawa harapan besar: mendapatkan pekerjaan yang layak. Mereka berbondong-bondong menuju lokasi acara, mengenakan pakaian rapi, dan membawa dokumen lengkap, seperti curriculum vitae dan sertifikat pendukung. Namun, di balik semarak acara tersebut, ada satu kenyataan yang jarang diungkap secara gamblang: job fair ternyata belum mampu menjadi solusi efektif untuk menekan angka pengangguran di Indonesia.

Pengangguran adalah masalah kompleks yang mencakup banyak aspek, mulai dari pendidikan, keterampilan, hingga kondisi ekonomi makro. Job fair, meskipun sering dipromosikan sebagai solusi, kerap kali hanya menjadi bagian kecil dari puzzle besar yang belum mampu menyelesaikan masalah ini secara menyeluruh.

Ketidaksesuaian Kebutuhan dan Kompetensi

Salah satu hambatan terbesar adalah ketidaksesuaian antara kebutuhan perusahaan dan kompetensi pencari kerja. Banyak lowongan yang ditawarkan pada job fair membutuhkan kualifikasi tertentu, seperti pengalaman kerja minimal dua tahun atau keahlian teknis yang spesifik. Sayangnya, tidak semua pencari kerja memiliki keahlian atau pengalaman yang sesuai. 

Sebagai contoh, data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023 menunjukkan bahwa tingkat pengangguran terbuka (TPT) di kalangan lulusan perguruan tinggi mencapai 6,35%. Ini mengindikasikan bahwa meskipun seseorang memiliki pendidikan tinggi, tidak ada jaminan mereka akan langsung mendapatkan pekerjaan.

Seorang lulusan jurusan manajemen, misalnya, mungkin kesulitan mendapatkan pekerjaan di bidang teknologi informasi yang sedang berkembang pesat. Hal ini karena keterampilan teknis, seperti penguasaan bahasa pemrograman, jarang diajarkan secara mendalam di luar program studi yang relevan. Akibatnya, banyak pencari kerja merasa tidak kompetitif saat melamar pekerjaan yang tersedia di job fair.

Ketimpangan Geografis

Job fair sering kali diadakan di kota-kota besar, seperti Jakarta, Surabaya, dan Bandung. Bagi pencari kerja yang tinggal di daerah terpencil, menghadiri acara seperti ini adalah tantangan besar. Biaya transportasi, akomodasi, dan waktu yang dibutuhkan untuk perjalanan menjadi kendala utama. Meski ada upaya mengadakan virtual job fair, tidak semua pencari kerja di daerah memiliki akses internet yang memadai.

Seperti cerita Budi, seorang lulusan SMA dari Lampung yang berharap mendapatkan pekerjaan di Jakarta melalui job fair. Dia menghabiskan tabungannya untuk membeli tiket bus dan mencetak dokumen lamaran. 

Sayangnya, setibanya di lokasi, Budi hanya menemukan lowongan yang tidak sesuai dengan kemampuannya. Perjalanan panjang itu berakhir dengan kekecewaan, dan dia harus kembali ke kampung halamannya tanpa hasil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun