Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Akuntan - Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Perjalanan Panjang Pilkada di Indonesia

27 November 2024   06:52 Diperbarui: 27 November 2024   06:52 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pemilu 2024.(KOMPAS.COM/Andika BayuSetyaji)

Konflik Sosial dan Polarisasi

Selain masalah biaya, pilkada juga sering memicu konflik sosial. Pertarungan politik yang sengit kerap kali merembet ke masyarakat, terutama di daerah-daerah dengan tingkat pendidikan politik yang rendah yang mengakibatkan kerusuhan dan juga perpecahan . antarpendukung menjadi salah satu dampak negatif yang sulit dihindari.

Misalnya, pilkada di beberapa wilayah seperti Papua, Sulawesi, dan Sumatra pernah diwarnai oleh bentrok fisik, bahkan kerusuhan. Konflik semacam ini tidak hanya merugikan masyarakat secara sosial, tetapi juga menimbulkan trauma dan ketidakpercayaan terhadap proses demokrasi itu sendiri.

Pilkada Serentak

Pada tahun 2015, pemerintah memperkenalkan pilkada serentak sebagai bagian dari upaya efisiensi dan konsolidasi demokrasi. Dengan menggabungkan pemilihan di berbagai daerah dalam satu waktu, diharapkan biaya dapat ditekan dan tingkat partisipasi masyarakat meningkat.

Hal ini tentu juga menimbulkan masalah, salah satu masalahnya adalah beban kerja yang meningkat bagi Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Bawaslu dalam mengawasi penyelenggaraan Pilkada di ratusan daerah secara bersamaan. 

Selain itu, Pilkada serentak juga sering kali membuat perhatian media dan publik terpecah, sehingga ada daerah yang kurang mendapat sorotan, meskipun memiliki isu penting yang harus diawasi.

Namun, ada juga sisi positifnya. Pilkada serentak memberikan efisiensi anggaran yang signifikan. Data dari Kementerian Dalam Negeri menunjukkan bahwa biaya Pilkada dapat ditekan hingga 30% dibandingkan sistem sebelumnya. Ini menjadi bukti bahwa meskipun penuh tantangan, sistem ini tetap memiliki manfaat nyata.

Digitalisasi dan Era Informasi

Di era digital, pilkada menghadapi tantangan baru berupa penyebaran informasi yang tidak terkendali. Hoaks dan ujaran kebencian sering kali digunakan sebagai senjata untuk menjatuhkan lawan politik. Contohnya adalah penyebaran hoaks terkait isu agama dan suku yang sempat memanas dalam beberapa pilkada besar, seperti di Jakarta dan Jawa Barat.

Media sosial menjadi pedang bermata dua. Di satu sisi, platform ini memberikan ruang bagi kandidat untuk berinteraksi langsung dengan masyarakat. Di sisi lain, media sosial juga menjadi ladang subur bagi manipulasi informasi. Pemerintah dan penyelenggara pemilu perlu terus memperkuat regulasi dan pengawasan untuk meminimalkan dampak negatif ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun